Pergumulan Maya dan Nyata

Mei 20, 2013 0 Comments A+ a-


Refleksi pribadi atas perjalanan virtual bersama facebook

gambar Ilustrasi dari: ununin.blogspot.com
Perkembangan teknologi semakin tak terbendung. Penemuan baru dan mutakhir terus muncul setiap saat. Hal ini memaksa setiap orang, termasuk saya turut ambil bagian di dalamnya. Walau bukan sebagai penemu, tapi paling tidak saya berusaha untuk tahu dan dapat mengakses sesuatu yang baru itu. Biar dibilang tidak ketinggalan. Memaknai ini maka, ketika orang ramai-ramai menceritakan tentang facebook suatu waktu di tempat kuliah, saya pun ikut nimbrung dan dalam hati saya berusaha agar secepatnya memiliki aku tersebut. Setelahnya saya membuat akun facebook sendiri dengan modal nekat di warnet.
Tak terasa facebook ini memberikan saya sebuah keinginan untuk terus bersamanya. Mulai dari menunggu balasan komentar. Menanti siapa yang akan berkomentar terhadap status baru sampai pada menunggu pesan ataupun konfirmasi dari orang yang baru saja ditambahkan sebagai teman. Peristiwa dan pengalaman ini akhirnya membawa saya pada sebuah cerita yang cukup membuat saya merasa bersalah sekaligus terharu terhadap seseorang.
Saya akan menceritakan sedikit pengalaman yang menyadarkan saya untuk berefleksi sekaligus berpikir agar menuliskannya. Sebut saja nama “sonia tarigan”. Seorang cewek yang mulai saya kenal di dunia maya. Facebook. Saya sudah lupa, siapa yang menambahkan teman terlebih dahulu. Yang saya ingat, saya menyapanya terlebih dahulu saat chatting. Ia membalas dan kamipun saling berinteraksi. Tak terasa karena keakraban di dunia virtual itu, dia mulai merasa. Padahal saya sendiri belum berpikir sejauh itu. Saya hanya bertanya dan bertanya sebagai salah satu bentuk hospitalitas saya. Dari perasaannya itu, pada akhirnya ia jujur terhadap saya. Katanya ia mulai sakit hati karena beberapa hari bahkan minggu saya tidak pernah membalas pesannya di facebook.
Saya tersentak. Apa saya telah membuat orang lain sakit hati. Padahal sesungguhnya bukan tidak membalas. Cuma memang,waktu masih belum berkompromi. Tak ada waktu atau ruang yang tepat untuk mengunjungi facebook.
Dari pengalaman ini, saya akhirnya berusaha untuk merenung. Ternyata facebook yang saya banggakan sebagai tempat berinteraksi sosial ini, berdampak kurang menyenagkan bagi saya pribadi. Saya cenderung lebih menunjukan sisi humanis saya di facebook dibandingkan dengan dunia nyata. Saya telah salah berpijak. Seolah badan dan pikiran berada di dua tempat berbeda. Interaksi dengan sesama saudara di dunia nyata menjadi berkurang. Saya lebih banyak mengurung diri di kamar. Sambil mengumpat apabila signal sebuah operator yang saya gunakan di modem lola (loading lambat). Bahkan teman se-kos pun menganggap saya aneh.
Pelajaran ini seolah menjadi sebuah tamparan yang cukup keras bagi saya. Bahwa sesungguhnya, interaksi di dunia nyata lebih bermanfaat. Dunia maya hanyalah sebagai refreshing apabila kita jenuh menghadapi dunia nyata, bukan jadikan dunia maya sebagai tempat utama dalam interaksi sosial.

Tulisan Terbaru

Sera Diri – Salah satu Tahap Perkawinan Tana Zozo.

Ilustrasi dari internet   “saya cintau dengan kau e…” “hmmm… gombal” “Tidak e. Serius” “kalo serius buktinya mana?” “bukti apa? Be...