DOSEN DAN IDEALISME MAHASWA DALAM SISTEM PENDIDIKAN
Saya mengutak-atik laptop, tak tahu mau menulis apa. Semua ide liar dan nalar tak beraturan seolah telah habis ditetas dan menguap begitu saja bagai angin lalu. Mencoba mencari ide untuk bias menemukan tema yang cocok, tapi nihil. Otak seakan telah kehilangan pemikiran dan perbendaharaan kalimat saya seolah telah terbakar bersama kamus mentalitas instan yang hanya sekedar copy-paste dari om google. Saya mencoba untuk terus berkecamuk dengan pikiran saya dan hasilnya muncul juga ide liar. Kembali teringat akan komentar dan eksploitasi kata-kata dari teman-teman di facebook maupun yang didengar secara langsung ketika berbincang di kampus.
“Dosen pembimbing skripsiku, hamil dan akan cuti melahirkan, berarti saya tidak bisa secepatnya menyelesaikan tugas akhir ini.” Seorang kawan yang berjenggot sedikit panjang dan lebat mulai membuka pembicaraan.
“Kalau saya punya, dosen yang bikin lama. Masa perbaikan saya satu bulan baru diperiksa. Alas an banya sekali, sibuklah…lupalah..belum baca…dan masih banyak alas an lain yang masuk akal dan tak masuk akal. Padahal saya sudah berjanji dengan orang tua, kalau semester ini saya sudah diwisuda. ” yang lain ikut menelurkan kekesalannya.
Saya termasuk salah satu orang yang paling tidak mendekati dengan situasi seperti teman-teman tadi. Saya kebanyakan ketawa. Mungkin stress telah membuat saya mati rasa. Gila. Padahal setiap kesempatan saya berbuat bisu. Cool. Teman lain pun heran dengan perubahan sikap saya ini. Saya malas tahu. Biarkan saya mejadi gila. Toh, dunia ini menjadi berkembang pesat seperti sekarang karena kegilaan orang-orang. Wright bersaudara berpikiran gila.”potongan besi bisa terbang” andai tidak ada manusia yang berpikiran gila seperti mereka, belum tentu manusia sekarang bisa “TERBANG.”
Bayangkan saja. Beberapa usulan penelitian yang dibuat sepertinya banyak kesalahan, padahal kadang kala rumus dan teorinya sudah jelas diadopsi dari buku-buku dengan tahun terbitan kurang lebih lima tahun terakhir. Kadangkala juga tidak pernah diperiksa dan menganggapnya sempurna, tetapi ketika seminar justru dosen pembimbing tersebut mulai cuci tangan dengan mempersalahkan mahasiswa yang bersangkutan.
Anehnya, mahasiswa zaman ini Cuma bisa mengeluh dibelakang-belakang. Memaki-maki lewat status facebook. Tak ada idealisme yang nampak lewat kekritisan mahasiswa yang berstatus masyarakat ilmiah tersebut. Mereka hanya bisa mengekor, tanpa perlawanan bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya. Idealisme yang kian pudar seiring pergolakan zaman.
Entah sampai kapan mentalitas instant mahasiswa sekarang. Selalu dibuai oleh berbagai tawaran menarik zaman dengan teknologinya yang semakin canggih. Memang perkembangan zaman telah menawarkan berbagi kemudahan lewat teknologinya, tapi alangkah baiknya, mahasiswa bijak menghadapi dan menjalaninya sehingga berbagai idealisme maupun harapan tidak sirna begitu saja.
Depergan kozt dengan berjuta rima
06 Nov 2011