CATATAN DI TEMPAT KKN
Sebuah kemunafikan telah terjadi, bahkan semakin banyak dengan kemunafikan lain yang datang bertubi-tubi. Proses pendewasaan yang tidak sempurna sehingga terkikis oleh berbagai macam ego, yang tanpa pamrih dengan keadaan sosial. Kecenderungan mengagungkan diri dan pembenaran individu terus berkibar tanpa adanya angin sepoi yang mengobarkan.
Kubu dan genk perlahan terbentuk entah siapa yang memulai dan memerintahkannya. Suatu bentuk pengekploitasian karakter diri yang sebenarnya dilihat dari sudut pandang “sang aku.” Perjalanan yang tak mulus membuat insan menggerutu tak mau menerima keadaan yang sudah tergambar di depan mata, padahal tujuan dari lembaga dalam penugasan ini telah jelas. Cenderung komat-kamit dan muntahan kata-kata dari belakang bayangan membuat hati sakit sendiri. Bila ditilik lebih jauh, itulah mentalitas “orang kita” yang hanya mau sesuatu yang gampang dan serba instant. Tanpa mau adanya onak ataupun kerikil tajam di jalanan yang berliku.
Tawa dan canda yang keluar dari balik pagar putih hanya kamuflase yang semata untuk menutupi kebohongan-kebohongan baru yang tercipta tanpa adanya belas kasihan, untuk mendukung paradigma “no man is alone like an island.” Pemujaan kemerdekaan yang berlebihan, sehingga susah untuk memahami karakter individu lain sbagai bagian dari interaksi sosial yang menempelkan label sebagai insan humanis.
Kekerdilan pemahaman dan krisis paradigma makhluk sosial menjadi latar yang membusukan sebuah kebersamaan yang dibangun atas perintah institusi. Lembaga yang secara yuridis mempatenkan berbagai aturan untuk setiap orang di dalamnya. Sering kali ada pergeseran nilai kebersamaan sehingga orang cenderung ber-“mindset” sempit guna mengedepankan kepentingan pribadinya.
Semua “mulut besar” menyumbangkan kata dan kalimat. Ada yang diam entah dengar atau tidak sambil terkantuk-kantuk. Hanya sorotan kamera membuat semangat dengan dua jari diangkat sambil senyumdi paksakan. Mereka lesu lagi membuat diri dibius dengan kantuk.