"Ata Mai" Kreatifitas Permainan
Ilustrasi |
Dunia
anak-anak adalah dunia penuh warna. Masa ini dinilai sebagai masa-masa
bermain, mencari tahu dan berinteraksi sosial dengan teman sebaya.
Sebagai masa bermain maka, saya teringat pada masa kecil saya di sebuah
kampung bernama Rajawawo. Kampung pegunungan di Kecamatan Nangapanda,
Kabupaten Ende, Flores-NTT.
Sebagai wujud kepedulian saya bersama Indonesia Travel
untuk mempromosikan Indonesia ke semua orang, maka saya mencoba
menceritakan kembali sebuah permainan masa kecil kami. Di masa itu kami
tak seorang pun yang mengenal playstation dan berbagai permaian
modern saat ini. Kami hanya melakukan permainan tradisional yang
sederhana. Sebuah permainan tradisional yang sering dimainkan saya dan
teman-teman sepermainan, waktu kecil ialah ata mai. Ata mai sendiri secara harafiah yakni, ata artinya orang dan mai yang berarti datang, tapi sesungguh maksud dari permainan ata mai ini berarti pendatang atau tamu. Permainan ini terdiri dari beberapa orang. Anak lelaki dan juga perempuan.
Sebenarnya permainan ata mai
ini diadopsi dari, kebiasaan budaya setempat. Ata mai dalam artian
budaya Ende, Flores NTT, yakni berhubungan dengan sifat kekeluargaan
yang masih dijunjung tinggi. Misalkan, dalam sebuah proses meminang (antar belis), keluarga laki-laki (weta ane) datang dengan membawa berbagai macam barang (Baca: ngawuà Mahar
yang digunakan untuk melamar). Ngawu ini berupa; Binatang besar
seperti: sapi, kerbau dll. Juga berupa perhiasaan, emas dan uang.
Dalam
permainan masa kecil kami, entah siapa yang mempunyai inisiatif
terlebih dahulu, kami kemudian melakukan permainan tersebut. Dengan
sederhana dan sesuia dengan daya nalar kami waktu itu. Biasanya anak
perempuan yang bertugas memasak dan melayani tamu. Anak lelaki bertugas
duduk di depan rumah. Menunggu tamu yang datang.
Permainan
ini tidak sepenuhnya mengikuti semua pola yang ada pada beberapa proses
tradisi yang terjadi. Permainan ini hanya mengambil beberapa bagaian
yang kira-kira ditangkap oleh pikiran masa kecil kami waktu itu.
Properti yang kami gunakan pun sederhana. Properti yang sehari-hari
berada di sekitar lingkungan bermain kami. Uang kami, menggunakan daun
gamal, sirih pinang diganti dengan daun jambu biji, piring dan semua
peralatan dapur digunakan dari tempurung, dengan berbagai ukuran. Bahkan
kami menggunakan abu sebagai nasi dalam permaianan tersebut (tapi kami
tidak pernah memakannya sungguh-sungguh). Kadang masa itu juga, kami
anak-anak yang laki-laki mulai menunjukan keperkasaan kami, dengan
mengisap rokok. Rokok ini dibuat dari rambut jagung yang dibungkus
dengan daun pisang kering. Kami menyebut ini sebagai “gaya”. Yang jika
disederhanakan sebenarnya ini hanyalah proses alamiah untuk
mengaktualisasikan diri (bisa dikatakan pamer).
Permainan
ini dibilang cukup sederhana. Mula-mula, anak-anak dibagi dalam dua
kelompok. Kelompok yang satu sebagai tuan rumah atau tuan pesta,
sedangkan kelompok yang lainnya sebagai tamu. Kelompok tuan rumah mulai
menyiapkan hidangan dan berbagai kebutuhan yang disuguhkan untuk tamu
nantinya. Tamu datang denagn membawa beras, dan babi (disimbolkan lewat
abu dan belalang). Apabila tamu telah datang, maka awalnya akan
disuguhkan sirih pinang dari daun jambu biji bagi tamu perempuan dan
rokok dari rambut jagung yang dibungkus daun pisang kepada tamu
laki-laki. Kadang, kami anak laki-laki, sampai terbatuk-batuk ketika
menyedot rokok buatan sendiri itu. Hal yang paling ditakuti, ialah kami
akan dimarahi bahkan dipukul apabila kedapatan sementara mengisap
“rokok” tersebut.
Selanjutnya
kami mulai bercerita dengan lagak orang dewasa, sambil menunggu makanan
sebagai hidangan ini sekaligus puncak dari permainan ini. Kami biasanya
bercerita ngawur sambil tertawa malu-malu dengan kelucuan yang dibuat
sendiri. Setelah hidangan makanan kami santap (hanya berlagak), para
tamu kemudian pamit untuk pulang. Kami akan membuat kesepakatan bahwa
bulan depan atau dua tiga bulan lagi (menganalogikan waktu untuk esok)
akan bertukar lagi. Tuan rumah tadi akan bertamu ke rumah tamu yang
hendak pulang ini.
Sejatinya
sebuah permaianan, permainan ini sesungguhnya memberikan sebuah
pelajaran yang berharga, yang tidak pernah kami sadari. Bagaimana,
membentuk kelompok dan saling berinteraks guna menemukan kesepakan
bersama. Juga menunjukan sisi hospitalitas masyarakat yang kami tiru
dari para orangtua. Namun, beberapa hal negatif yang timbul ialah,
menisap rokok dan kadang permainan ini mengotori areal permaianan,
sehngga dinilai tidak mencintai kebersihan. Sadar atau tidak, kadang ada
inisiatif dari kami untuk tidak melakukan hal itu (mengisap rokok
buatan sendiri) dan membersihkan kembali areal permainan, tapi dengan
motivasi berbeda. Kami takut dimarahi orangtua.
Selengkapnya bisa dilihat di sini
Selengkapnya bisa dilihat di sini