Pemantauan Garam Beryodium di Sekolah Dasar

Maret 28, 2015 0 Comments A+ a-

Ibu Selvia, Pengelola Program gizi Puskot
Kesehatan merupakan salah satu elemen penting dalam perjalanan hidup seorang manusia. Salah satu unsur kesehatan ialah makanan bergizi seimbang. Seimbang dalam jumlah makanan, seimbang dalam waktu makan, dan seimbang menu makanan. Makanan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa komponen gizi, baik gizi makro seperti protein, karbohidrat maupun lemak, juga gizi mikro. Salah satunya ialah yodium. Beberapa hari yang lalu (Rabu, 25 Maret 2015), saya dan dua teman dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesehatan Kecamatan Ende Timur, atau yang lebih dikenal dengan Pukesmas Kota (Puskot) berkunjung ke SDI Ende 16 untuk melakukan program pemantauan garam beryodium.
Ibu Selvia memberikan penyuluhan
Pemantauan garam beryodium menjadi salah satu program kerja di bagian gizi. Jika, beberapa tahun yang lalu, pemantauan garam beryodium dilakukan dari rumah ke rumah (door to door) maka, untuk menghemat biaya dan waktu, pemantauan untuk tahun ini dilakukan di sekolah-sekolah dasar dalam wilayah kerja Pukesmas Kota. Hal ini dipertimbangankan karena siswa sekolah merupakan representasi dari masyarakat di wilayah puskesmas tadi, juga sekaligus memberikan pemahaman secara dini kepada siswa-siswi sekolah dasar tentang pentingnya kandungan yodium dalam makanan, sebab mereka yang kekurangan yodium juga memiliki resiko penyakit gondok, kurangnya tingkat kecerdasan, dan pertumbuhan yang tidak normal.
Kegiatan ini berlangsung sesuai dengan apa yang diharapkan berkat kerjasama pihak sekolah dan puskesmas. Namun, yang menarik bagi saya untuk ditulis ialah bagaimana cara kita untuk menarik perhatian siswa kelas satu dan dua sekolah dasar yang masih dalam usia bermain agar mereka bisa tertarik dengan apa yang disampaikan. Seorang siswa kelas satu menangis sesungkan lantaran garam yang dibawanya terbukti tidak mengandung yodium. Hal ini menjadi refleksi dan evaluasi saya secara pribadi yakni tentang bagaimana kita menempatkan posisi dan bahasa kita agar tidak terkesan menyeramkan bagi anak-anak, sehingga tidak menimbulkan ketakutan bahkan trauma. Penyampaian pesan yang salah bisa mempengaruhi pola pikir anak.
Hidup sehat harus menjadi perilaku yang berpola. Kesehatan memang bukan segala-galanya, namun tanpa kesehatan, segala-galanya tak berarti apa-apa.

Tulisan Terbaru

Sera Diri – Salah satu Tahap Perkawinan Tana Zozo.

Ilustrasi dari internet   “saya cintau dengan kau e…” “hmmm… gombal” “Tidak e. Serius” “kalo serius buktinya mana?” “bukti apa? Be...