Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
A.
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR)/intra uterine devices (IUD)
Intra Uterine Devices (IUD) merupakan
alat kontrasepsi yang terbuat dari bahan plastik yang halus berbentuk spiral
atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan memakai alat khusus
oleh Dokter atau bidan / paramedik lain yang sudah dilatih. (Irianto, 2007).
Walaupun di masa lampau IUD dibuat dalam
berbagai bentuk dan bahan yang berbeda – beda, dewasa ini IUD yang tersedia di
Dunia hanya 3 tipe yaitu:
1) Inert,
dibuat dari plastic (Lippesloop).
2) Mengandung
tembaga, termasuk di sini TCu 380A, TCu 200C, multiload (MLCU 250 dan 375) dan
nova T.
3) Mengandung
hormon steroid seperti progestasert yang mengandung progesteron dan levanova
yang mengandung levanogertrel (Siswosudharmo, 2007).
Intra Uterine Devices( IUD) sangat
efektif, tipe multiload dapat di pakai sampai 4 tahun, nova T dan copper T 200
(CuT-200) dapat di pakai 3-5 tahun, Cu T 380A dapat di pakai untuk 8 tahun.
Kegagalan rata-rata 0,8 kehamilan per 100 pemakai wanita pada tahun pertama
pemakaian (BKKBN, 2002). IUD copper T 380 A bentuknya mirip huruf T. bentuk ini
terbukti sangat efektif, aman, dan mudah beradaptasi.
Jenis IUD yang dipakai
di Indonesia adalah :
1) Copper-T
IUD berbentuk T dari bahan
polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan tembaga halus.
Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang
cukup baik.
2) Copper
-7
IUD ini berbentuk
angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertical
22 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 200 mm2,
Fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada IUD copper T.
3) Multi
load
IUD
ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kanan dan kiri
berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm.
Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2
untuk menambah efektifitas. ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar,
small dan mini.
4) Lippes
Loap
IUD ini terbuat dari polyethelene,
berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahan kontrol,
dipasang benang pada ekornya. Lippes loap
terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya.
Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm(benang hitam), tipe C
berukuran 30 mm(benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal (benang
putih). Lippes loap mempunyai tingkat kegagalan yang rendah. keuntungan dari
pemakaian IUD jenis ini adalah jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus
sebab terbuat dari bahan palstik.
Mekanisme kerja IUD adalah sebagai berikut :
1) Menghambat
transportasi sperma
2) Mempengaruhi
perubahan cairan uterus dan tuba mengganggu veabilitas gamet.
3) Pada
pemakai AKDR yang mengandung tembaga jumlah spermatozoa yang mencapai
genetalium akan berkurang (Glasier, 2005).
Keuntungan dari IUD ini adalah sebagai berikut :
1) Kepatuhan
dan kelanjutan
AKDR tidak banyak membutuhkan kepatuhan. Terlepas dari
kunjungan awal untuk konseling dan pemasangan, tidak banyak yang dituntut dalam
hal waktu. AKDR merupakan metode kontrasepsi yang sama sekali tidak berkaitan
dengan koitus, sehingga alat ini menarik bagi banyak pemakai.
2) Biaya
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) modern bersifat efektif
dan bekerja lama sementara AKDR tembaga harganya sangat murah. Alat-alat ini
menghasilkan kontrasepsi sampai 10 tahun sehingga sangat efektif dalam segi
biaya.
3) Reversibilitas
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) umumnya sangat mudah
dikeluarkan dan pemulihan kesuburan berlangsung cepat (angka konsepsi 78-88%
setelah 12 bulan dan 92 – 97% pada 3 tahun setelah pengeluaran).
4) Keganasan
Berbeda dengan metode hormon, pada AKDR tidak terdapat
kekhawatiran mengenai peningkatan resiko penyakit keganasan (Glasier, 2005).
Kerugian dari IUD ini adalah :
1) Pola
perdarahan mestruasi
Efek samping yang sering terjadi pada para pemakai AKDR tembaga adalah
menstruasi yang lebih banyak dan lebih lama. Lebih dari 10% pemakai AKDR
melaporkan gangguan menstruasi.
2) Infeksi
Angka Penyakit Radang Panggul (PRP) keseluruhan pada pemakai
AKDR adalah sekitar 1,4 sampai 1,6 kasus per 100 wanita selama tahun pemakaian,
yaitu dua kali lipat dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan
kontrasepsi. Ressiko ini meningkat selama 20 hari pertama pemakaian (9,7 per
100). Hal ini berkaitan dengan masuknya organisme infeksi kedalam rongga rahim
pada saat pemasangan AKDR. Walaupun AKDR itu sendiri tidak menyebabkan infeksi
panggul, namun perilaku seksual wanita pamakai dan pasangannya dapat
meningkatkan resiko timbulnya infeksi menular seksual (IMS) dan dapat
menimbulkan infeksi panggul (Glasier, 2005).
Indikasi
1) Usia
reproduktif.
2) Telah
mendapat persetujuan dari suami.
3) Telah
melahirkan dan mempunyai anak.
4) Sudah
cukup jumlah anaknya dan belum memutuskan untuk sterilisasi.
5)
Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
6)
Tidak menginginkan metode hormonal.
7)
Tidak ada kontraindikasi.
Kontraindikasi
Tidak boleh menggunakan IUD apabila :
1) Diketahui
atau dicurigai adanya kehamilan.
2) Infeksi
panggul (palvis) yang terus menerus.
3) Lecet
(erosi) atau pendarahan di leher rahim.
4) Dikatahui
atau dicurigai adanya kanker rahim.
5) Pendarahan
yang tidak normal yang belum diketahui penyebabnya.
6)
Alergi terhadap logam.
7)
Pernah mengalami kehamilan di luar kandungan.
Waktu pemasangan :
a. Pemasangan
dilakukan pada waktu haid yaitu pada akhir haid atau pada hari sebelum
berakhirnya haid. Karena serviks lembut dan sedikit terbuka.
b. Segera
setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 40 hari pasca
persalianan.
c. Setelah
menderita abortus (segera atau dalam 7 hari) apabila tidak ada gejala infeksi.
Kapan Intra Uterine Devices
(IUD) dapat dikeluarkan
1) Bila
Ibu ingin hamil
2) Ibu
yang menginginkan.
3) Bila
terdapat efek samping yang menetap atau masalah kesehatan lainnya.
4) Pada
akhir masa efektif dari IUD.
B.
Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan
Penggunaan Alat Kontrasepsi
Penggunaan alat kontrasepsi merupakan
salah satu bentuk perilaku. Menurut Green perilaku itu sendiri ditentukan atau
terbentuk dari tiga faktor yakni faktor predisposisi (pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dll), faktor pendukung (lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan seperti
puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi dll), faktor pendorong (sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain). (Notoadmodjo, 2007). Faktor
yang berhubungan dengan penggunaan alat
kontrasepsi antara lain:
1.
Umur
Dalam perspektif demografi, rentang usia
seseorang untuk berproduksi adalah 15-64 tahun. Setelah melewati usia tersebut
maka secara fisiologis akan terjadi penurunan fungsi organ tubuh secara
perlahan-lahan sampai masa lanjut usia.
Pengaruh umur untuk keikutsertaan Ibu
dalam penggunaan alat kontrasepsi dapat dilihat dari pembagian umur berikut
ini.
a.
Umur Ibu kurang dari 20 tahun :
Kehamilan dan persalinan pada usia ini telah terbukti
meningkatkan morbilitas dan mortalitas perinatal sehingga diusahakan pasangan
menunda kehamilannya sampai sekurang-kurangnya 20 tahun. Tahap ini disebut sebagai tahap penunda kehamilan
sehingga cara KB yang cocok adalah cara yang sederhana atau kelau memilih cara
yang efektif dianjurkan memakai pil, pemakaian AKDR kurang dianjurkan karena
resiko terkena penyakit radang panggul adalah besar sehingga dikhawatirkan
menjadi infertil.
b.
Umur Ibu antara 20 – 30 tahun :
Merupakan usia ideal untuk hamil dan melahirkan, tahap ini
disebut tahap spacing atau menjarangkan kehamilan antara 4-5 tahun. Pada tahap
ini dianjurkan agar pasangan usia subur yang mempunyai satu anak untuk memakai
cara yang efektif baik hormonal maupun AKDR.
c.
Umur Ibu diatas 30 tahun :
Mempunyai resiko yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kurun waktu reproduksi muda, kehamilan dan persalinan pada
kelompok usia ini tidak hanya beresiko
tinggi pada anak tetapi juga pada ibunya. Morbiditas dan mortalitas ibu meningkat
dengan tajam pada kelompok ini sehingga bagi pasangan yang sudah mempunyai
cukup anak dianjurkan untuk memakai kontap atau cara yang paling efektif
seperti implant, suntik dan AKDR. Pil tidak dianjurkan lagi karena kegagalan
pemakaian tinggi dan juga banyaknya efek samping dan kontraindikasi
(Siswosudharmo, 2007)
2.
Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan hal
ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu
(Notoadmodjo, 2003).
Tingkat pengetahuan menurut Notoadmodjo
(2007) ada enam tingkat pengetahuan yaitu:
1) Tahu
(know) artinya dapat mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, yang termasuk dalam tingkat pengetahuan ini adalah mengingat
kembali hal-hal yang spesifik dari seluruh materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
2) Memahami
(comprehension) artinya kemampuan untuk menjelaskan tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar dan dapat memberikan contoh dan menyimpulkan.
3) Aplikasi
(aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-humum, rumus, metode, prinsip
dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
4) Analisis
(analysis) artinya suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
dalam komponen, tetapi masih ada kaitannya sati sama yang lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti mengambarkan,
membedakan dan lain sebagainya.
5) Sintesis
(sinthesis) diartikan menunjukkan suatu kemampuan dalam meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi
(evaluation) ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendiri, atau menggunakan riteria-kriteria yang telah ada.
Pengetehuan
tentang KB IUD merupakan salah satu aspek penting kearah pemahaman tentang alat
kontrasepsi tersebut. Seseorang akan memilih KB IUD jika ia banyak memahami dan
mengetahui tentang KB IUD.
3.
Tingkat Pendidikan
Semakin
tinggi nilai pendidikan seseorang memiliki korelasi dengan kualitasnya sebagai
subyek pembangunan. Hal ini karena pendidikan merupakan upaya sadar setiap
orang untuk meningkatkan peengetahuan, ketrampilan dan wawasannya sehingga
turut memberikan sumbangan yang berarti bagi pembangunan bangsa. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang secara konseptual akan mempengaruhi perilaku
seseorang dalam keaktifannya sebagai subyek dan obyek pembangunan (Notoadmodjo,
2003).
Tingkat
pendidikan sangat berpengaruh terhadap wawasan dan pengetahuan Ibu. Semakin
tinggi tingkat pendidikan Ibu maka semakin banyak informasi kesehatan yang diperolehnya sehingga,
pengetahuan atau informasi mengenai alat
kontrasepsi khususnya KB akan
semakin baik sehingga Ibu dapat mengambil keputusan yang tepat dan efektif
tentang alat kontrasepsi mana yang akan digunakan.
4.
Sikap
Sikap
(attitude) adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan factor pendapat dan emosi yang bersangkutan
(senang tidak senang, setuju tidak setuju, baik tidak baik dan sebagainya).
(Notoadmodjo, 2005)
Tingkatan
dari sikap meliputi :
1) Menerima
(Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang mau dan
memperhatikan pengetahuan yang diberikan.
2) Merespon
(Responding)
Artinya, dapat memberikan tanggapan atau
jawaban terhadap pertanyaan atau obyek yang akan dihadapi.
3) Menghargai
(Valuing)
Seseorang memberi nilai yang positif
terhadap obyek atau stimulus dan mengajar orang lain atau mempengaruhi atau
menganjurkan orang lain untuk merespon.
4) Bertanggung
jawab (Responsible)
Sikap paling tinggi tingkatannya adalah
tanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan
keyakinannya dia harus berani mengambil resiko.(Notoadmodjo, 2005)
5.
Jumlah Anak
Secara skematis pilihan cara KB pada wanita dapat dibagi atas
tiga tahap yaitu:
1) Tahap
menunda: wanita yang belum mempunyai anak tetapi ingin menunda kehamilannya,
biasanya menggunakan pil KB, suntikan dan cara sederhana.
2) Tahap
menjarangkan pada wanita yang berumur 20-30 tahun dan walau sudah memiliki anak
cukup tetapi masih ada keinginan untuk menambah anak lagi biasanya menggunakan
IUD, implant dan suntikan.
3) Tahap
mengakhiri, pada wanita diatas 35 tahun atau sudah memiliki anak cukup dan
banyak dan cukup biasanya memilih alat kontrasepsi jangka panjang, tetapi kebanyakan
masih enggan untuk memakai kontap dan memilih IUD dan inplant (Siswosudharmo,
2007)
6.
Pekerjaan
Persentase pemakaian alat kontrasepsi berdasarkan
pekerjaan menurut SDKI 1999 pada wanita bekerja sebesar 55,4% dan yang tidak
bekerja sebesar 53,6%. Wanita yang bekerja memiliki nilai waktu yang mahal
sehingga kesempatan untuk mengurus anak lebih sedikit disbanding wanita yang
tidak bekerja, dan wanita yang bekerja akan cenderung membatasi jumlah anak.
7.
Partisipasi Suami
Partisipasi suami dalam program KB dan kesehatan
reproduksi merupakan faktor yang berperan dalam mewujudkan suami yang
bertanggung jawab dalam KB dan kesehatan reproduksi.
Partisipasi ini akan dapat terwujud apabila berbagai
informasi yang terkait dengan hal itu tersedia secara lengkap, apalagi kita
ketahui bersama bahwa rendahnya partisipasi suami dalam KB dan kesehatan
reproduksi adalah masih terbatasnya informasi khususnya pasangan suami istri
(BKKBN, 2008).
8.
Efek Samping
Efek samping dalah reaksi yang tidak
dikehendaki yang terjadi karena pamakaian alat kontrasepsi. Efek samping yang
sering timbul karena penggunaan IUD adalah peningkatan volume darah haid per
siklus, keputihan, rasa nyeri di perut. Selain menyebabkan pengguna tidak
nyaman dan menjadi alasan untuk menghentikan penggunaan IUD, hal ini menjadi
resiko kesehatan bagi pengguna.
Sumber Referensi
Notoadmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rhineka Cipta. Jakarta.
____________________. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rhineka Cipta. Jakarta.
____________________. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rhineka Cipta. Jakarta.
Siswosudharmo, dkk. 2007. Teknologi
Kontrasepsi. Gajah Mada University Press : yokyakarta.