FILSAFAT DIAM
Saya masih ingat ketika masa-masa di SMP. Masa-masa dimana beranjak remaja dan yang paling khas di sini ialah PUBERTAS. Masa itu semua orang ingin membuat diri lebih menonjol dari orang lain termasuk hal negatif sekalipun.
Pada masa remaja awal, saya harus belajar untuk pertama
kalinya hidup jauh dari orang tua. Mandiri kata bapak. Hal ini karena cita-cita
saya. Saya diasramakan. Aturan asrama yang menganut budaya barat membuat kami
penghuni asrama betul-betul harus disiplin, ditambah dengan konsekuensi yang
sangat fatal apabila melanggarnya.
sumber foto: keluargahartanto.blogspot.com |
Saya ingat ketika sudah tiga bulan kami di asrama. Ketika
waktu istirahat siang, ada kegaduhan sedikit karena berebutan biskuit. Prefek (Bapa Asrama) datang.
“Diam” Teriak prefek.
“Diam???” seorang kawan bingung dengan biskuit penuh di
mulutnya.
“Diam!!!” perintah Kawan yang lainnya dengan berbisik.
“Diam” ejek Lorens, kawan yang paling badung, membuat bapa
Asrama tambah naik darah.
Kami pun dihukum karena melanggar aturan. Ribut. Tidak diam.
Pengalaman lainnya datang dari tetangga, tiga hari yang lalu.
Seorang kakak ribut-ribut, memarahi adiknya yang tidak memasak untuk makan
siang. Saya yang berada di kamar kos sebelah kaget mendengarnya. Sementara sang
kakak marah-marah, si adik cuma diam-diam.
“Kenapa kamu diam??” kakaknya bertanya.
“Masa, saya harus ribut-ribut juga??? Atau mencari-cari
alasan kenapa saya salah? Saya dari tadi diam saja, karena saya tahu, saya
salah! ”” Adiknya menjawab dengan lesu.
Selama ini, kita terkadang tidak mau diam. Kita cenderung
lebih banyak omong, padahal secara rasional; orang yang banyak bicara sedikit
kerjanya, karena waktunya lebih banyak untuk berbicara dari pada kerja. Selain
itu dengan banyak bicara kita tidak akan mendengarkan orang lain, padahal
dengan mendegarkan orang lain, kita jadi banyak belajar. Belajar menjadi lebih
baik. Dan dalam kehidupan kita butuh
banyak diam. Diam yang bisa menghasilkan emas.
Diam itu berharga.
Diam itu indah.
Diam itu surga.
Bisa diam itu luar biasa.
Dalam diam ada damai.
Dalam diam ada penyelesaian.
Dalam diam terhindar masalah.
Lalu. . . Apakah aku selalu diam saja?
Bukankah dalam diam pun bisa membawa bencana
dan petaka?
Bijaksanalah Dan diamlah pada waktunya!