Dua puisiku di Bali Post Minggu, 25 November 2012
SEPOTONG MALAM DI KAMPUNG MEREKA
:buat
dhesy
Waktu memang menyulam
indah setiap musim
Seperti dirimu yang
menyulam indah ditatapanku
Inilah cerita tentang
pertemuan yang bernama malam
Saat rembulan
menerangi dengan sebongkah tak beku
Ketika aku dan mereka
menampung setiap tetesan peluh
Lembaran percakapan
dimulai dalam malam menggerutu
Ditampung saja setiap
detak kepergian darah dalam tubuh
Agar nafas yang
tersengal menjadi pertanda kita mulai sesuatu
Cerita memang lebih
mengesankan saat malam
Sambil menatap
pancaran gemintang dan rembulan
Membisik lusuh satu
dua nafasmu yang kian buram
Aku menerima dengan
sesat rasa merembes pelan
Saat aku mulai
menyamakan dirimu dan rembulan
Menjadikan kamu
semirip yang sungguh indah
Lalu engkau mendesah
renyah tertawa sangat pelan
Membingkis kata
membuat aku tersenyum sumringah
(Naikolan,
15062012)
SURAT BUAT WONGA
Potongan pesan selamat malam pada ponsel hitamku
Telah berubah rupa sebagai sebentuk puisi paling ajaib
Bisa mendengungkan lagu yang hanya aku mendengarnya
Ajaibkah itu sebagai sebuah cerita pendek dalam puisi singkatku?
Ah, ini permulaan ceritaku atau akhir dari pertualanganmu
Membisuku adalah cara yang tepat untuk mengatakan kejujuran
Atas malam dibawah benderang lampu jalan yang tak kuketahui namanya
Pada halamanhalaman lusuh koran hari ini
Aku merebus cemas dengan keringat mengucur panas
Adakah surat yang kusemat dalam puisi senjaku kemarin?
Dibawa sampai ke tujuan sehingga kaupun membacanya dengan khidmat
Mungkin setelah engkau membacanya
Aku tak bersamalagi memupuk kenangan
Lebih baik sendiri memupuk rindu sampai merana
Lebih baik yang ini kan, Wonga?
(naikolan, agustus 2012)