Nomen Est Omen
Rajawawo
Pada dasarnya kebiasaan akan menjadikannya tradisi. Demikian juga dengan
penyebutan atau penamaan pada setiap orang atau benda di daerah sebelah barat
kabupaten ende, yang berjarak sekitar 40 km dari ibukota ende. nama yang berkaitan
atau ditemukan awalakan dengan sendirinya mewakili atau untuk menamai sesuatu
yang belum bernama.
sejarah awal
nama rajawawo bisa dijelaskan melalui mitos ataupun legenda yang berkembang
dalam keseharian masyarakat rajawawo, yang dituturkan secara turun temurun,
sesuai dengan budaya tutur setempat. Karena budaya tutur, maka kebenarannya
kadang belum bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Apalagi tidak adanya
bukti yang merujuk pada penuturan tersebut. Biar bagaimanapun jika kita terus
menunggu pendekatan ilmiah sesuai dengan bukti, maka hal ini tidak akan
terwujud. Alangkah baiknya kita menelusuri pendekatan tersebut.
Menurut para penutur yang diwariskan secara terus menerus turun temurun.
Konon katanya wilayah keseluruhan rajawawo pada awal mulanya adalah lautan.
Entah apa yang terjadi atau mungkin fenomena alam air laut perlahan surut dan
tak pernah pasang lagi. Dari situ munculah suatu hamparan tanah (tana ndu nde
watu eku mbeju). Yang paling pertama adalah suatu daerah yang lebih tinggi. Di
daerah tersebut ditemukan berbagai macam kepi
(Kerang raksasa). Lambat laun masyarakat mulai berdatangan ke daerah
tersebut. Karena daerah tersebutlah yang terlebih dahulu menjadi daratan.
Dengan munculnya banyak kepi, maka
daerah tersebut dinamakan Kepi. Kepi kemudian dikenal sebagai kampung awal.
Muasal dari semua kampung di sekitar rajawawo bahkan nangapanda (Nua pu’u).
Rajawawo sendiri muncul kemudian. Berawal dari keinginan orang untuk
mencari tempat lain. Di daratan tersebut ditemukan sebuah layar perahu (zadja)
yang terdampar. Akhirnya masyarakat menyebut kampung tersebut dengan nama nua zadja wawo yang secara harafiah
diterjemahkan sebagai kampung (nua) layar (zadja) di ketinggian (wawo). Dalam
perjalannya terjadi perubahan pelafalan yang ditafsirkan karena mulai adanya
kecenderungan orang sekitarnya yang sulit menyebutkan ‘Z’ dan menggantikannya
menjadi ‘R’ sehingga samapai sekarang kita mengenalnya dengan sebutan rajawawo.
Nama rajawawo sendiri berkembang sampai saat ini untuk mewakili semua kampung yang
ada di sekitarnya.