Jaka Tarub Mendukung Korupsi
Gambar Ilustrasi dari: ketoprakjawa.wordpress.com |
Suatu hari Jaka Tarub berangkat berburu di kawasan Gunung Keramat. Di
gunung itu terdapat sebuah telaga tempat tujuh bidadari mandi.
Jaka Tarub
sempat mengintip para bidadari yang mandi, lalu mengambil selendang salah satu
bidadari. Ketika 7 bidadari selesai mandi, enam dari tujuh bidadari tersebut
kembali ke khayangan. Sisanya yang satu orang bingung mencari selendangnya,
karena tanpa itu ia tidak mampu terbang.
Jaka Tarub
muncul datang menolong. Bidadari yang bernama Dewi Nawangwulan itu bersedia ikut pulang ke rumahnya. Keduanya
akhirnya menikah dan mendapatkan seorang putri bernama Dewi Nawangsih.
Selama hidup
berumah tangga, Nawangwulan selalu memakai kesaktiannya. Sebutir beras bisa
dimasaknya menjadi sebakul nasi. Suatu hari Jaka Tarub melanggar larangan
Nawangwulan supaya tidak membuka tutup penanak nasi. Akibatnya kesaktian Nawangwulan
hilang. Sejak itu ia menanak nasi seperti umumnya wanita biasa.
Maka,
persediaan beras menjadi cepat habis. Ketika beras tinggal sedikit, Nawangwulan
menemukan selendang pusakanya tersembunyi di dalam lumbung. Nawangwulan pun
marah mengetahui kalau suaminya yang telah mencuri benda tersebut.
Jaka Tarub
memohon istrinya untuk tidak kembali ke kahyangan. Namun tekad Nawangwulan
sudah bulat. Hanya demi bayi Nawangsih ia rela turun ke bumi untuk menyusui
saja.
Gambar Ilustrasi dari: onfa.blogspot.com |
Catatan Kritis:
Mendengar
cerita ini pada awalnya, saya merasa sangat bangga dan mempunyai imajinasi
untuk bertemu dengan bidadari. Hal ini yang mempengaruhi pikiran masa kecil
saya. Saya amat senang memikirkan apabila suatu saat nanti nasib saya sama
seperti Jaka Tarub.
Sekarang
pikiran itu sudah berubah. Saya bahkan berpikiran untuk menghujat Jaka Tarub
kalau dia ada di sini. Tentu para pembaca bertanya-tanya. Mengapa? Alasannya
cukup sederhana. Sebagai manusia kita tentu mengharapkan tindakan yang
menunjukan kemanusiawian kita. Konkritnya kita tentu mengharapakan semua orang
berlaku sesuai norma yang berlaku di masyarakat. Dan Jaka Tarub yang disebut
perkasa dan Gentelmen itu ternyata kelakuannya sangata buruk.
Seharusnya ia
sportif. Bila ia sanagat menginginkan salah satu bidadari itu ada bersamanya
tentu ia tak seenaknya berbuat curang. Ia telah mencuri. Dan mencuri itu
sejatinya perbuatan yang sangat tidak berkenan dalam masyarakat kita. Ia
semaunya mencuri selendang salah satu Bidadari itu. (Kalau untuk saat sekarang.
Ia pasti dikeroyok masa).
Hal lain yang
lebih mencoreng budaya kita ialah, Jaka Tarub itu ternyata mengintip. Ia
seenaknya mengintip perempuan mandi. (Dalam kasus ini, saya menempatkan bahwa
mereka mandi telanjang. Kalau tidak kenapa selendangnya dilepas?). mengintip
orang mandi, entah telanjang atau tidaknya adalah sebuah perilaku yang sangat
tidak terpuji. Apalagi yang mandi itu adalah lawan jenis.
Cerita ini akan
sangat absurd dan tidak masuk akal lagi apabila kita menanfsikan tentang
bidadari dari khayangan yang memiliki segalanya di sana bisa turun ke bumi
untuk mandi. Apakah tidak ada sumber air di sana. Padahal di sini airnya kadang
tercemar.
Cerita itu akan
sangat memalukan bagi bangsa kita. Bagaimanapun sebuah cerita dongeng atau
legenda mencerminkan budaya dan karakter masyarakat kita. Cerita yang terus
menerus kepada anak-anak akan membentuk pola pikir mereka. Bila anak-anak
diceritakan tentang mencuri (Mencuri selendang) tentu mereka akan berpikiran
bahwa mencuri itu baik. Walaupun hanya sesaat. Pikiran itu akan terus menerus
berada di alam bawah sadar mereka. Suatu saat pikiran itu akan muncul
dipermukaan dan dilakukan. Bisa saja ketika mereka dewasa. Saya berpikir budaya
korupsi yang lagi trend di negeri ini salah satunya dipengaruhi oleh cerita
dongeng, legenda, mite, fabel dan lain sebagainya yang kurang memberikan
pencerahan ke anak-anak.
Mulai sekarang
berceritalah yang positif dan lebih merangsang kepribadian dan daya pikir
positif anak. Selamat membaca dan menginterpretasikannya sesuai dengan pikiran
kita masing-masing. Wassalam.