Pelacur dan Dilacur
Ilustrasi dari: yustisi.com |
Berpikir tentang norma
dan moral, tentu pikiran kita juga akan sampai pada salah satu masalah sosial
masyarakat yang terjadi di sekitar kita. Masalah yang rentan diperdebatkan dan
dilakukan adalah masalah pelacuran. Entah siapa yang memulai terlebih dahulu,
kemudian ada yang mengekor, tentu pelacuran telah menjadi semacam fenomena di
masyarakat.
Sebelum berpandangan
lebih jauh tentang pelacuran, alangkah baiknya saya mencoba mencari referensi
tentang apa itu pelacuran. Menurut situs Wikipedia,
Pelacuran atau prostitusi adalah
penjualan jasa seksual, seperti seks oral atau hubungan seks, untuk uang.
Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut
dengan istilah pekerja seks komersial (PSK).
Dari arti di atas saya
mengambil kesimpulan, bahwa pelacur adalah orang yang menjual jasanya untuk
mendapatkan uang. Secara ekonomi, hal ini dibenarkan. Demi memperpanjang
kehidupan selanjutnya, juga demi menunjang perekonomian diri sendiri khususnya
dan negara pada umumnya. Walaupun secara hukum dan norma yang berlaku, hal ini
tidak dibenarkan. Inti dari permasalahan yang hendak diangkat ini, bukanlah
tentang perdebatan permasalahan ditinjau dari aspek manapun.
Saya hanya cenderung
berpikir, tentang adanya diskriminasi sosial yang terjadi. Akibat pengaruh
budaya patriakat, kaum lelaki telah mendominasi berbagai aspek kehidupan. Perempuan
dinilai sebagai makhluk dengan tingkatan kelas yang berbeda. Lelaki lebih
tinggi derajatnya dengan perempuan. Demikian juga sama halnya dalam pelacuran. Yang
dianggap pelacur hanyalah perempuan. Lelaki tidak. Padahal keduanya saling
terkait.
Sejatinya harus ada
semacam pola pikir baru, bahwa jika perempuan bisa jadi pelacur maka lelaki
juga bisa. Tidak bisa dimengerti jika yang pelacur hanyalah perempuan, sebab
dengan siapa partner perempuan pelacur itu kalau tidak dengan laki-laki.
Memperdebatkan tentang
pelacur lelaki dan perempuan ini cukup sulit. Sesulit kita memperdebatkan
tentang adanya ayam dan telur. Siapa yang terlebih dahulu ada, pelacur
perempuan ataukah pelacur lelaki? Perempuan menjadi pelacur karena adanya
lelaki yang mau melacurinya atau lelaki mau melacur karena adanya perempuan
pelacur?
Rumit memang, tapi ini
sebenarnya hanyalah ajakan bahwa, kita semua bisa menjadi pelacur. Kita bahkan
telah melacuri sesama dengan perkataan, tindakan dan tingkah laku kita yang
membuatnya tersudut dan didiskriminasi. Kita tidak ada yang bersih. Jika kita
bersih, kenapa kita harus mandi, mencuci tangan dan lain sebagainya. Dari kekotoran
kita, hendaknya kita jangan berpikiran kotor. Semoga tidak ada lagi yang
berteriak seperti W.S. Rendra. “Bersatulah, Pelacur-Pelacur Kota Jakarta”
Selamat menerjemahkan.