Budayakah, Copy Paste itu??
Seiring dengan
kemajuan teknologi, maka berubah pula semua lini kehidupan dewasa ini.
Bahkan peradaban pun seolah mendadak berubah. Contoh kecil misalnya,
dulu anak-anak sering melakukan permainan tradisional, seperti: gasing,
petak umpet dll. Sekarang malah telah berubah. Orang lebih memilih
bermain Playstation, dan berbagai Games di PC maupun gadget. Hal ini
memmberikan sebuah kenyataan kepada kita bahwa peradaban tu juga
tergantung pada pola pikir dan perkembangan teknologi.
Dalam perkembangan
tulis menulis pun demikian. Dulu orang berawal dari batu tulis, kemudian
buku tulis dan sekarang, orang bisa memanipulasi hurufnya yang jelek
dengan berbagai tawaran jenis font pada Komputernya. Tidak ada yang
salah dalam hal ini. Semua orang berhak mendapatkan akses fasilitas
maupun media yang ia butuhkan, sejauh ia bisa menjangkaunya secara
finansial.
Sekarang orang mulai
tersadar, bahwa perkembangan teknologi kadang pula membawa dampak
negatif. Dunia tulis menulis juga berhadapan dengan hal yang tidak
diinginkan oleh semua yang berkehendak baik untuk menulis. Maka,
terdengarlah sebuah seruan yang amat heroik. Orang berusaha untuk
memerangi “Budaya
Copy-Paste”. (Saya tidak mau menamakan ini sebagai budaya. Copy-paste
tetap copy-paste. Jangan ditambahkan dengan embel-embel budaya. Kalo itu
budaya, berarti orang yang melakukannya adalah budayawan. Budayawan
Copy-paste). Sebuah tindakan yang menurut saya perlu dikaji ulang.
Pada dasarnya, semua
yang kita tulis, telah ditulis oleh orang lain. Kita memiliki
keterbatasan aksara. A-Z yang sekarang kita kenal sebagai abjad latin
itu juga memiliki sejarah, yang bis adikatakan sebagai salah satu bentuk
tidak langsung dari Copy-paste. Kisahnya bermula sekitar 3.500 tahun
silam, oleh orang-orang yang berdiam di pantai mediterania. Perkembangan
alfabet mereka digunakan oleh Bangsa Yahudi dan kemudian Bangsa
Phoenix. Bangsa Phoenix membawa alfabet mereka kepada Bangsa Yunani.
Bangsa Romawi mengambil alfabet Bangsa Yunani dengan beberapa perubahan
dan tambahan dan meneruskannya kepada orang-orang Eropa bagian Barat
dalam alfabet Latin. Dari sinilah asalnya alfabet yang kita gunakan
sekarang. Jadi sesungguhnya kita telah melakukan copy-paste.
Memahami hal di atas,
saya rasa perlu di formulasikan secara bersama dan benar, bagaimana
tindakan copy-paste yang dilarang dan yang tidak dilarang. Sebab,
copy-paste juga kadang memang harus dilakukan. Dalam perkembangan ilmu
pengetahuan pun kadang terjadi copy-paste. Matematika adalah hasil
copy-paste. Kita telah melakukannya setiap hari. Jika kita kreatif, maka
kita tentu bisa menyatakan 1+1=0. Lebih lanjut, dalam penulisan tugas
akhir (Skripsi, tesis dan disertasi), kita telah melakukan copy-paste,
dengan menyertakan teori orang lain, walaupun kita menyertakan
sumbernya.
Hemat saya, copy-paste
itu tetap harus ada, sejauh ia jujur menyatakan bahwa tulisan tersebut
bukan karya individu yang berasal dari hasil kretifitasnya sendiri. Jika
ada tulisan dalam sebuah blog dll, yang pemilik akunnya menyatakan
“dilarang copy-paste”, hal yang perlu ia pahami ialah, sejujurnya ia
telah melakukan hal yang dilarangnya. Bila kita menelusuri lewat mesin
telusur di internet, kita akan menemukan berbagai blog ataupun web yang
menyatakan hal yang sama. Pertanyaannya, siapa yang memulai terlebih
dahulu kalimat itu? Dan siapa yang mengikutinya? Hal lain lagi ialah,
bahwa oarang yang menulis itu tentu ingin tulisannya di baca. Pembaca
kadang melakukan berbagai hal untuk memudahkannya membaca. Ada yang
mem-print, ada yang menyimpannya dalam format lain di komputernya, ada
juga yang menempelkan kembali ke akun blog-nya. Orang bebas
mengapresiasi tulisan kita. Hemat saya, itu hal yang wajar, sejauh ia
tidak melakukan untuk kepentingan finasialnya pribadi.
Pada akhir tulisan
saya ini, saya mau menyampaikan bahwa copy-paste itu bukan budaya. Ia
hanyalah sebuah tindakan yang mesti dilakukan dalam berbagai hal, sejauh
tidak bertujaun untuk hal negatif dan kepentingan pribadi. Jadi, tidak
ada yang namanya “Budaya” Copy-paste.
Dijumput dari Akun Kompasiana/pangeranrajawawo Milik sendiri.