Kenangan yang Terkenang
Tidak ada kerja, membuat saya tak
tahu harus berbuat apa hari ini. Saya hanya melolot di depan monitor komputer,
sambil sesekali membalas tweet, maupun komentar facebook atau chatting. Tapi setelah
tidak adalagi yang mesti dikometari dan di tweet, saya kemudian merasa bosan
juga. Duduk dengan hanya menatap tak jelas itu, membosankan.
Iseng, saya mulai melihat-lihat
kembali foto-foto lama di hard disk komputer. Ternyata ada beberapa foto yang
membuat saya teringat akan perkenalan saya dengan orang dari Jakarta. Orang-orang
yang namanya tidak sering disebut, padahal mereka adalah salah satu bagian dari
kesuksesan peresmian patung Bung karno di Ende, 1 juli 2013 kemarin. Merekalah
Tim pembuat patung tersebut.
Tanta Adinda sedang bercerita dengan Para Siswi |
Melihat foto tersebut, saya
kembali teringat, bagaimana aturan telah mementahkan semua perasaan dan akal
sehat manusia. Kebetulan, pagi tanggal 1 Juni itu, kami datang terlambat. Sialnya
lagi, Tanda pengenal agar bisa mendapatkan kesempatan untuk akses masuk, juga
ketinggalan. Tanta Adinda, Istrinya Om Hanafi, yang membuat patung itu, mencoba
menjelaskan kepada para aparat yang sedang bertugas, namun tetap tidak
diizinkan. Mereka masih dengan ketetapan bahwa kami harus masuk dengan
menunjukan Tanda Pengenal tersebut. Terpaksa, karena tidak diiznkan masuk, kami
harus dengan rela menerimanya.
Kami mengikuti warga yang datang
melihat acara tersebut. Seorang bapak, ketika saya bertanya tentang bagaimana
pendapatnya sehingga datang ke sini, ia hanya menjawab: saya mau liat itu,
wakil presiden punya muka. Saya lantas bertanya lagi, “tapi bapak sudah liat di
TiVi to?”. Ia dengan santainya menjawab. “saya mau lihat langsung”. Saya kemudian
terdiam dan berpikir sejenak. Ternyata banyak warga yang hendak melihat, bahkan
berjabatan tangan secara langsung denga Wakil Presiden tapi, aturan dan segala
macam tetek bengek protokoler, melarangnya untuk itu. Terbersit sebuah
pertanyaan, sebenarnya presiden ada untuk rakyat, atau rakyat ada untuk
presiden, terus kenapa demikian.
Lanjut ke cerita tadi, kami lalu
duduk di sudut sambil bercerita dengan anak-anak SMP yang ada disekitar. Tanta Adinda
memberikan mereka uang untuk membeli minum. Semua anak yang rata-rata siswi itu
bersorak girang, membuat kami sempat ditegur oleh pihak keamanan. Setelah itu,
Tanta Adinda mulai bertanya kepada para siswi tersebut: Mengapa Bung karno
mengilhami Pancasila di Ende? Pertanyaan yang bagi saya probadi, belum tentu
bisa menjawabnya secara benar. Seandainya pertanyaan itu, diajukan kepada saya,
saya akan dengan enteng menjawabnya, karena Beliau di buang di Ende. Jawaban ini
juga di jawab oleh seorang siswi. Dan jawabannya belum tepat.
Mengapa Ende? |
Ende adalah kota di mana,
toleransi dan kerukunan itu terjaga dengan baik. Masyarakatnya selalu hidup
dengan solidaritas dan perdamaian. Inilah jawaban yang tepat untuk pertanyaan
di atas. Semoga kedamaian selalu menyertai negeri ini sampai sepanjang segala
hayat.
Patung Bung Karno di Ende. Foto pada malam hari |