(Film) Soekarno di Ende
#Catatan Miris
Kurang lebih sebulan berlalu, kisah hidup Sang
Proklamator itu di buatkan filmnya. Di Ende. Di tempat di mana Beliau pernah
diasingkan. Di tempat ini, Beliau merasa seolah tak bisa berbuat apa-apa. Tak ada
orang yang bisa diajaknya berdiskusi, lantaran orang yang ia temui pemikirannya
masih kolot, seperti yang tergambar dalam surat-surat dari Ende kepada A.
Hasan.
Gambaran mengenai kekolotan orang Ende, bisa
dilihat sampai sekarang. Bagaimana tidak? Mereka boleh bangga dengan daerah
mereka yang katanya tempat pembuangan Presiden pertama RI itu. Mereka boleh
bangga sebagai tempat diilhamnya Pancasila. Mereka boleh bangga dengan semuanya
tentang Soekarno dan pancasila, tapi kenapa mereka sedikit pun atau bahkan
tidak tahu sama sekali tentang sejarahnya. (lama waktu Soekarno di Ende,
Mengapa Ende? Dll.)
Saya pernah secara sengaja bertanya tahun berapa
Soekarno dibuang di Ende, pada seorang gadis berusia kira-kira 28-an tahun
beberapa waktu lalu. Ia sangat antusias dan bersemangat bercerita tentang
kesempatannya berpose bersama dengan artis pemeran Soekarno. Dan jawabannya
hanyalah dengan senyuman. “Saya kurang tau.” Kemudian ia melanjutkan. Hal yang
sama juga terjadi pada sebuah acara sore di sebuah stasiun TV swasta. Sang
Presenter pernah mewawancarai seorang gadis yang kebetulan berkunjung ke situs/
rumah pengasingan Bung Karno. Jawabannya tak jauh berbeda. Segerombolan anak
SMP di kota Ende pun pernah saya tanyai pada momentum peresmian patung Bung
Karno tanggal 1 Juli silam. Semua memiliki pemahaman yang sama. Tidak tahu
sambil tertawa.
Di sini saya tidak bermaksud untuk
men-justifikasi bahwa semua orang Ende tidak tahu sejarah. Ini hanyalah sebuah
palu godam yang dipukul ke tengkuk saya sendiri, sekaligus sebagai suatu bahan
refleksi. Bagaimana kita cenderung selalu mengingat dan menyanjung momentum
tanpa lebih dalam memahaminya. Kita dipengaruhi oleh euforia sesaat tanpa harus
berpikir matang. Kita cepat dipengaruhi oleh kepopuleran tanpa menimbang mana
yang mesti dipakai dan mana yang harus disaring.
Banyak orang Ende berbangga hati. Bersalaman,
berfoto atau pun saling berbalas senyum dengan pemeran film “Ketika Bung di
Ende”. Pernahkah mereka sedikit membaca ‘Surat-surat dari Ende’. Ah,
mudah-mudahan kita tak melupakan sejarah.
2 komentar
Write komentarSayang banget ya..
ReplySeharusnya orang Ende lebih tahu soal ini.
Semoga saya bisa segera ke Ende.
Dan di saat itu, semoga makin banyak orang Ende yang tahu jika saya mau nanya2 hehehe
Nice posting, Bung!
Salam kenal.
Itulah, Orang cenderung melupakan sejarah.
ReplyTerima kasih.
Salam Kenal.