Ibadah Perdana Malam Puisi Ende
Perempuan Senja, tokoh fiktif di kehidupanku itu datang
lagi. Berharap saya mau menemaninya bermalam minggu. Maklum, sejak beberapa
bulan terakhir ia diputuskan kekasihnya. Ia bahkan dengan sedikit memaksa
supaya saya turut dengan permintaannya.
“Tidak bisa. Saya mesti ke Soulmate Cafe” kataku tegas.
“Untuk apa?” Ia bertanya histeris.
Saya diam untuk beberapa saat, kemudian bercerita di sini. Tentang
malam puisi. Acara yang membuat saya untuk menolak ajakan Perempuan Senja. Beberapa
waktu yang lalu, tepatnya 20 Oktober 2013 beberapa orang pencipta puisi seperti
saya, Kakak Telly Rohy, Kakak Eka Wangge, Kakak Sofi Kusnadi dan Frater Kristo
Suhardi bersepakat untuk menjadi penggerak kegiatan Malam Puisi Ende. Kami ingin,
ada sesuatu di Ende berdasarkan kecintaan kami. Dan berharap ada orang lain
yang juga seperti kami turut serta. Maka lahirlah Malam Puisi Ende. Malam di
mana semua bisa datang, dengar dan membacakan puisi dengan diberi beberapa
catatan dari teman-teman yang mendengarnya kepada puisi yang baru selesai
dibacakan. Ini mengenai sepengal kisah tentang Malam Puisi Ende.
Tentang hari ini (Sabtu, 23 November 2013). Sekitar pukul
tujuh lewat belasan orang sudah duduk mengelilingi meja di Soulmate cafe, Jalan
Anggrek nomor 1, Ende-Flores. Sebelum acara Baca Puisi. Acara diawali dengan
perkenalan dan cerita awal tentang kecintaan pada puisi dari masing-masing
orang yang hadir. Saling berbagi, seperti apa yang pernah ditulis oleh Kahlil
Gibran, “apa yang dikatakan oleh satu hati, akan dikatan juga oleh beribu-ribu
hati” sebuah ajakan untuk berbagi.
Malam puisi ini sebenarnya diadopsi dari beberapa daerah. Malam puisi
itu sendiri pertama kali dilaksanakan di Bali, tepatnya di Kedai Kopi Kultur,
Bali pada bulan maret 2013. Kemudian merambat ke beberapa daerah di Indonesia.
Kota Ende sendiri merupakan Kota ke dua puluh untuk malam puisi ini. Tujuan dari
malam puisi ini sebenarnya sederhana. Datang, dengarkan dan bacakan puisi. Tapi
sebenarnya dengan berpuisi kita bebas berekspresi. Mengungkapkan isi hati. Dengan
begitu puisi menjadi sebuah nutrisi bagi jiwa untuk merefleksi dan
berkontemplasi tentang hakekat hidup kita. Itulah kira-kira penjelasan
singkat dari Kakak Telly. Ini juga
sebagai bentuk kecemburuan yang bersifat positif tentunya terhadap beberapa
anak muda di kota lain. Mereka mampu melakukan kegiatan sendiri tanpa ada
sponsor atau pun campur tangan pemerintah. Lanjut Kak Telly berapi-api.
Selanjutnya masing-masing orang
yang datang membacakan puisi mereka.
|
Membedah beberapa puisi yg baru saja dibacakan. |
|
|
Br. Hans (wartawan, Flores Pos) |
|
Herlin, Membacakan DOA-nya Chairil Anwar |
|
Sofi yg membacakan curahannya yg blm ada judul |
|
Saya |
|
Fr. Kristo |
|
Obeth |
|
Telly |
|
Polis |