Jangan Buat Lucu
Anak muda NTT pada
umumnya dan anak muda Ende pada khususnya selalu memiliki istilah baru dalam
percakapan mereka. Ada-ada saja kata-kata, singkatan, kepanjangan atau padanan
kata yang menjadi terkenal dan sering digunakan dalam percakapan itu. Misalnya,
rakat. Epenkah, CU, paku alus, PAUD, ana hekter dan lain sebagainya.
Istilah itu muncul
begitu saja, entah siapa yang memulainya. Karena ia terlanjur dikenal dan
terkenal, kita tidak tahu, siapa yang pertama kali membuatnya, atau siapa yang
bersusah payah untuk mempopulerkannya. Tiba-tiba saja semua remaja dan anak
muda begitu sennagnya menggunakan bahasa itu. Tak ketinggalan juga kalangan
masyarakat luas yang lain seperti anak-anak dan orang tua.
Tulisan ini sebenarnya
berawal dari pertemuan saya dengan beberapa teman kemarin sore (05/01/2014).
Betty (Bukan nama sebenarnya :p) tiba-tiba mengatakan “Jangan Buat Lucu”.
Spontan saja kami semua tertawa dan saling berkomentar. Seorang teman bernama
Rendo (Juga, bukan nama sebenarnya) meyakini bahwa kalimat ini nantinya akan
sangat populer. Seperti kalimat EPENKAH ANAK yang selalu diucapkan.
Saya tidak tahu, apakah
akan menjadi populer atau tidak. Saya hanya mencoba bercerita karena saya
merasa ini unik sekaligus lucu. (saya sebenarnya suka yang lucu-lucu dan
berusaha melucu walaupun banyak diantaranya tidak lucu). Kelucuan kayaknya
perlu dilestarikan agar semua kita tidak hanya ber-‘muka asam’ saban hari,
tanpa dimengerti.
Dari cerita tadi ada
dua hal yang saya tari sebagai kesimpulan untuk pribadi saya. Yang pertama
spontanitas dan yang kedua kreativitas. Ada hal-hal tertentu yang harus secara
spontan dilakukan. Ini akan sangat berguna bagi diri sendiri dan juga orang
lain. Juga, semestinya jiwa kreatif selalu dipupuk.
Mungkin ini saja cerita
absurd saya. Selanjutnya jabarkan dan interpretasikannya sendiri. Sejauhmana
kita membawa keadaan lucu untuk sebagian orang atau seseorang yang memang
sangat membutuhkannya saat itu. Mari kita melucu yang kreatif.