Maranggele dan Wuza Ndero
Handphone
saya tiba-tiba bergetar. Setelah saya mengeceknya ternyata tak ada tanda pesan
masuk atau pun ada notifikasi dari beberapa media sosial. Saya jadi mulai memikirkan
berbagai kemungkinan dan kemungkinan. Kog, bisa hape bisa bergetar tanpa ada
tanda seperti yang saya sebutkan di atas. Pikiran demi pikiran yang membuat
saya berpikiran aneh. Memikirkan kemungkinan tahyul dan sejenisnya.
Hal ini membuat memori
saya kembali mengingat cerita masa kecil saya di kampung, Rajawawo. Adalah
sebuah musim yang tiap tahun akan hadir. Musim itu bukanlah musim untuk bertani
atau musim pesta adat. Musim ini hanya di wanti-wanti oleh oarng tua atau
mereka yang lebih tua terhadap kami anak kecil. Musim itu bernama wuza ndero.
Wuza
ndero sendiri secara harafiah dalam bahasa Ende wuza berarti bulan dan ndero berarti
waspada, tetapi terjemahannya bisa di kenal sebagai masa tidak baik.
Katanya ada orang-orang tak dikenal yang datang. Tengah malam mereka akan
mengganggu penghuni rumah. Terlebih pada rumah yang tidak memiliki lelaki
dewasa (maklum, banyak orang tua dan saudara lelaki kami yang putus sekolah
merantau ke malaysia). Di kampung kebanyakan hanya kakek-kakek dan beberapa
orang tua saja yang memang tidak atau sudah pulang dan belum berniat kembali ke
tanah perantauan. Ada juga yang menyatakan bahwa mereka itu hendak mencuri anak
kecil, (menurut rumor yang beredar kepala tersebut akan menjadi tumbal untuk
membuat jembatan dan bangunan lainnya agar kuat). Dan cerita menyeramkan
lainnya, yang membuat gentar kami yang masih kecil.
Tidak hanya sekedar
cerita isapan jempol, bahkan ada cerita bahwa kakek A telah memanah si pengganggu yang kami kenal sebagai maranggele. Atau ada juga yang melihat
orang di belakang rumahnya dan ada pula yang melihat cahaya senter dikejauhan.
Pokoknya itulah maranggele. Mereka sangat kami takuti.
Masa itu kami jadi
sedikit gugup bila harus berjalan keluar kampung. Mau ke sekolah mesti
bergerombol. Pergi ambil air di mata air, mencari kayu api, menjerat burung
atau babi hutan, mencari jambu biji, kesambi dan berbagai kegiatan yang akan
kami lakukan masa itu menjadi semacam ada peringatan SIAGA SATU. Waspada!!.
Jangan sampai ketemu maranggele di jalan atau di hutan.
Cerita demi cerita
tersebut menjadi semacam dongeng bagi saya, karena sampai sekarang saya tak
pernah mendapatkan atau menyaksikan langsung
hal demikian. Cerita itu samapi sekarang terus menjadi misteri bagi
saya. Sampai saya menuliskan ini pun saya sedikit tersenyum dan bergidik juga.
Antara takut dan lucu. Saya butuh bukti nyata. Heheheheee…