Who I Am
―Sebuah Refleksi Singkat
Intro
Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku sudah pergi
Sekarang petang datang membayang
Batang usiaku udah tinggi
(Menyesal, Ali Hasjmi)
Penggalan puisi di atas mengekpresikan sebuah perasaan bersalah terhadap
masa lalu. Penyesalan karena mengacuhkan masa muda. Meyesal karena setelah tua,
merasakan tak ada hal atau tindakan positif yang dilakukan untuk
mengisi hidup masa itu. Masa mudanya cenderung ditafsir secara
instan dengan mengikuti budaya hedonis yang menjerumuskan diri sebagai homo
konsumerisme.
Cerita ini hanyalah sepenggal kisah dari sebagian kecil bahkan besar drama
kehidupan remaja saat ini. Tindakan tersebut diperparah dengan berbagai tawaran
instan teknologi. Handphone dengan berbagai jenis fitur yang menggiurkan. Media sosial (facebook,
twitter, line, we chat, kakao talk, dll) yang menawarkan pertemanan instan dan kadang akan berdampak negatif bagi yang salah memaknainya.
Menanggapi fenomena instan
(teknologi digital, dll) yang tengah melanda, dengan berbagai macam isu demam (Korea, Hollywood, Jepang, dll),
karakter kaum remaja dibentuk dan konsekuensi logisnya dinilai, apakah akan
baik atau tidak. Maka, muncul pertanyaan baru, remaja sekarang
bisanya apa? Apa yang mereka berikan untuk orang lain?
Meminjam sebuah penggalan pidato Mantan Presiden Amerika Serikat, John F.
Kennedy, yang saya modifikasi, JANGAN
TANYAKAN APA YANG DIBERIKAN UNTUK KEHIDUPANMU, TAPI TANYAKAN APA YANG ANDA BERI
UNTUK HIDUPMU, menjadi sebuah refleksi mendalam untuk perjalanan kehidupan saya
selama ini. Berdasarkan beberapa refleksi singkat tersebut, saya mulai
berpikir. apa yang harus dilakukan untuk membuat masa muda dinilai lebih
bermanfaat, paling tidak untuk diri sendiri, di luar tindakan hura-hura dan praktek
lifestyle hedonis.
Lagu kehidupan
―Komunitas yang dijiwai semangat membaca
Manusia adalah makhluk sosial yang keberadaannya tidak bisa
terlepas dari orang lain. Orang lain memiliki porsi yang besar dalam
keberlanjutan hidup seseorang. Contohnya, kita ada karena orang tua.
Untuk itu maka sebuah hal yang lumrah bila kita senantiasa hidup dalam kelompok. Saling berinteraksi. Di sini saya mulai menyadari betapa komunitas dalam artian luas mampu
membimbing saya.
Dalam pembelajaran, kehidupan pun demikian. Saya belajar
dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain. Inilah yang dinamakan ‘proses
menjadi’. Untuk sebuah proses dibutuhkan kerja sama dengan orang lain. Saya sadar betul bahwa tindakan senantiasa berserikat dan berkumpul bisa berdayaguna menghasilkan suatu hal baru yang berguna.
Betapa berkomunitas membawa saya terhadap sebuah situasi baru yang kaya akan pengalaman yang berefek pada kekayaan
intelektual. Orang lain yang berbeda budaya dan lingkungan memberikan pelajaran
baru berharga bagi saya tanpa perlu biaya mahal. Orang lain yang sudah menjadi teman
dalam komunitas, telah memotivasi saya pada sebuah perubahan cara pandang dan
pola pikir. Namun, semuanya tidak akan membuahkan apabila tidak disertai oleh semangat
juang. Semangat diperlukan sebagai sebuah bentuk
kemauan total dari diri terhadap sebuah perubahan. Berani bertindak dengan
semangat untuk sebuah perubahan dari hal yang biasa.
Semangat secara lain dapat dimaknai sebagai energi dalam diri yang dikeluarkan. Untuk sesuatu dari diri kita, perlu ada yang
masuk dan keluar. Energi yang sudah keluar harus diimbangi. Maka
masukan yang saya lakukan ialah membaca. Dengan membaca saya semakin memperkaya
pengalaman dan pengetahuan saya.
Extro
Berbagai hal yang saya
lakukan, telah membawa saya pada beberapa tindakan kecil yang bermanfaat. Saya
menyadari sungguh bahwa orang lain yang saya temukan di komunitas (rumah,
lingkungan masyarakat, kampus, organisasi, dll) memberikan saya pelajaran
berharga tentang segala hal. Namun, ada hal lain yang juga hadir, yakni,
semangat dari dalam diri dan kemauan untuk belajar. Membaca adalah contoh
konkrit dari kemauan belajar itu. Komunitas, semangat dan membaca adalah tiga
hal itu.