Jugun Ianfu
Sejak masuknya penjajahan, negeri ini telah diperas habis-habisan. Mulai dari kekayaan alam, sumber daya manusianya (tenaga), bahkan pada pemerasan terhadap tubuh. Hal ini bertambah ngeri ketika Jepang masuk menggantikan Belanda menjajah negeri tercinta ini. Cerita ini di tulis ketika saya mendengar cerita-cerita lain yang saya anggap cukup pas untuk saya kisahkan kembali. Adalah sebuah penamaan terhadap beberapa gadis kala itu. Jugun ianfu.
Jugun ianfu sendiri adalah sebutan untuk para gadis
pribumi yang diculik dan dijadikan budak seks oleh tentara jepang. Mereka
diperkosa dan dipaksa tinggal di barak-barak tentara Jepang, bahkan
sampai bertahun-tahun. Pada tulisan kali ini saya tidak berkisah tentang kejadian
yang dialami oleh para perempuan itu. Saya mencoba bercerita tentang hal lain
yang dilakukan untuk menghindari diri agar tidak menjadi jugun ianfu oleh
tentara jepang.
Tentara jepang tentunya melakukan hal ini terhadap para
gadis bukan terhadap perempuan yang sudah memiliki suami, atau berkeluarga. Pernah ada suatu masa di mana ada beberapa
anak perempuan mencoba berbagai cara untuk menghindari tindakan amoral tentara
jepang tersebut.
Ada
kampung-kampung tertentu di daratan Timor mencobanya dengan mentato tubuh
mereka. Dengan tato di tubuh, para gadis dianggap telah memiliki suami atau
sudah berkeluarga. Bila orang jepang melihatnya, mereka akan percaya. Tindakan
itu sungguh meyakini mereka. Di flores juga ada tindakan demikian. Ada yang
mencoba menulis nama mereka di lengan atau tangan mereka. Bahkan tato lainnya
yang memmperjelas status mereka, walaupun itu sebuah kebohongan.
Di Flores
bagian tengah juga, ada tindakan lain yang disebut ngoa ngi’i. secara harafiah ngoa ngi’I berarti mencuci gigi sampai
benar-benar bersih, tapi dalam prakteknya, ngoa ngi’I yaitu tindakan meratakan
gigi. Tindakan ini dilakukan dan kemudian dilanjutkan dengan memakan sirih
pinang. Gadis yang melakukan tindakan ini dianggap dewasa bahkan boleh
dikatakan telah telah berkeluarga. Tentara jepang pun meyakini itu. Hal itu
dilakukan secara terus menerus, bahkan ada beberapa daerah menganggap ini
sebagai ritual sebagai tanda kedewasaan seorang gadis.
Secara
pribadi, saya salut dengan tindakan orang-orang pada zamannya itu. Mereka
berusaha sedemikian rupa agar mereka tidak menjadi mangsa yang empuk bagi
tentara jepang sebagai budak seks. Sesungguhnya inilah tindakan perlawanan yang
diam tapi cukup berhasil. Sebab, penjajahan dengan berbagai hal apa pun di muka
bumi ini harus dihapuskan.