RABIES
Memasuki satu dasawarsa ini, di Flores, masih saja ada rabies. Entah berupa isu atau pun kejadian nyata, anjing mengigit anjing atau anjing mengigit manusia. Tidak tahu perjuangan dari pemerintah, dalam hal ini dinas terkait yang menanggulangi rabies ini, sejauh mana? Tapi rabies masih saja menghantui. Rabies, masih diteriakkan oleh warga kampung ketika melihat seekor anjing asing yang datang dengan ekspresi keheranan, lidah terjulur dan ekor masuk di antara kedua pahanya.
Berbicara mengenai rabies ini, tentu meninggalkan dua
cerita yang cukup sensitif. Cerita pertama kayaknya bisa menyebabkan konflik
karena mengandung muatan SARA. Cerita kedua tentang KEASYIKAN.
Mengenai konflik, mungkin saya menceritakannya sedikit.
Setelah adanya rabies di awal tahun duaribuan, masyarakat mulai diisukan tentang
adanya penyebar virus rabies. Virus ini disebarkan oleh pendatang. Orang di luar NTT yang datang untuk berdagang. Cerita dari mulut ke mulut ini
berimbas kepada para penjual perabotan rumah tangga, kasur, atau pun pakaian.
Ada yang bercerita bahwa sebuah mobil box yang menjual kasur, melepaskan
beberapa ekor anjing yang diyakini sudah disuntik virus rabies. Ada pula cerita
tentang beberapa penjual yang sengaja membuang roti atau daging yang sudah dimasukkan virus rabies, agar ketika anjing masyarakat di kampung itu memakannya
maka, akan terserang rabies. Pernah ada suatu masa di mana semua anjing
dimusnahkan, tetapi sampai sekarang rabies masih diteriakan.
Isu-isu tadi yang membuat munculnya konflik. Para pedagang
tersebut mulai tidak disenangi masyarakat. Masyarakat mulai menaruh sikap antipati
terhadap mereka. Bahkan ada kejadian yang tidak mengenakan. Para penjual
tersebut dimarahi, diusir, diancam, dipukuli, atau bahkan kendaraan beserta barang jualan mereka dirusaki.
Cerita kedua yang tidak kalah menarik ialah tentang
keasyikan. Di sebuah kampung antah berantah di Flores bagian tengah (saya tak
mau menyebutkan nama kampung itu, untuk menghinandiri hal yang tidak
diinginkan), rabies menjadi semacam keasyikan tersendiri. Keasyikan dalam
beramai-ramai mengejar dengan tombak, kayu, alu atau parang dan keasyikan untuk
memakan daging anjing secara gratis, ya RW pedis.
Tidak pagi, tidak siang, tidak malam, apabila seseorang
berteriak rabies, tentu seisi kampung akan heboh. Para lelaki akan keluar
dengan tombak atau parang untuk mengejar anjing yang disangkakan rabies itu.
Anjing tersebut akan dibunuh dan tentu akan menghasilkan keasyikan lain. RW
pedis. Tidak peduli anjing itu rabies atau bukan yang penting dagingnya bisa
disantap. Masyarakat kampung percaya, cuma kepalanya yang terserang rabies
sedangkan daging seluruh tubuhnya tidak, maka hanya bagian kepalanya yang tidak
dijadikan daging alias dibuang. Ini asyik bukan? Berburu dan memakan daging
secara gratis.
Cerita ini terus terjadi dan saya tidak tahu sampai kapan
akan berakhir. Semoga rabies tidak melanda tanah ini lagi.