Pemantauan Garam Beryodium di Sekolah Dasar
Kesehatan
merupakan salah satu elemen penting dalam perjalanan hidup seorang manusia.
Salah satu unsur kesehatan ialah makanan bergizi seimbang. Seimbang dalam
jumlah makanan, seimbang dalam waktu makan, dan seimbang menu makanan. Makanan
yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa komponen gizi, baik gizi makro seperti
protein, karbohidrat maupun lemak, juga gizi mikro. Salah satunya ialah yodium.
Beberapa hari yang lalu (Rabu, 25 Maret 2015), saya dan dua teman dari Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesehatan Kecamatan Ende Timur, atau yang lebih
dikenal dengan Pukesmas Kota (Puskot) berkunjung ke SDI Ende 16 untuk melakukan
program pemantauan garam beryodium.
Ibu Selvia memberikan penyuluhan |
Pemantauan garam
beryodium menjadi salah satu program kerja di bagian gizi. Jika, beberapa tahun
yang lalu, pemantauan garam beryodium dilakukan dari rumah ke rumah (door to
door) maka, untuk menghemat biaya dan waktu, pemantauan untuk tahun ini
dilakukan di sekolah-sekolah dasar dalam wilayah kerja Pukesmas Kota. Hal ini
dipertimbangankan karena siswa sekolah merupakan representasi dari masyarakat
di wilayah puskesmas tadi, juga sekaligus memberikan pemahaman secara dini
kepada siswa-siswi sekolah dasar tentang pentingnya kandungan yodium dalam
makanan, sebab mereka yang kekurangan yodium juga memiliki resiko penyakit
gondok, kurangnya tingkat kecerdasan, dan pertumbuhan yang tidak normal.
Kegiatan ini
berlangsung sesuai dengan apa yang diharapkan berkat kerjasama pihak sekolah
dan puskesmas. Namun, yang menarik bagi saya untuk ditulis ialah bagaimana cara
kita untuk menarik perhatian siswa kelas satu dan dua sekolah dasar yang masih
dalam usia bermain agar mereka bisa tertarik dengan apa yang disampaikan.
Seorang siswa kelas satu menangis sesungkan lantaran garam yang dibawanya
terbukti tidak mengandung yodium. Hal ini menjadi refleksi dan evaluasi saya
secara pribadi yakni tentang bagaimana kita menempatkan posisi dan bahasa kita
agar tidak terkesan menyeramkan bagi anak-anak, sehingga tidak menimbulkan ketakutan
bahkan trauma. Penyampaian pesan yang salah bisa mempengaruhi pola pikir anak.
Hidup sehat harus menjadi perilaku yang berpola.
Kesehatan memang bukan segala-galanya, namun tanpa kesehatan, segala-galanya
tak berarti apa-apa.