Surat Kepada Mathemesi Pada Sebuah Bangun Pagi yang Tidak Rela Karena Dering Telepon Lantaran Baru Saja Beranjak Tidur Beberapa Menit yang Lalu.
Selamat pagi,
kamu yang dengan sangat tidak toleransi terhadap orang lain. Kamu mau hanya
diri kamu sendiri yang beruntung. Menelpon orang di pagi yang orang itu belum
bangun. Bahkan dia baru beberapa tertidur lantaran semalaman tidak tidur hanya
untuk mendapatkan signal paling kencang, untuk sebuah alasan kerja yang tidak
bisa dilakukan siang hari karena provider operator seluler yang masih pilih
kasih untuk meningkatkan bandwich signal 3G-nya. Lagi pula website itu masih
menyiapkan server yang terbatas sehingga kami yang dari jauh tak mungkin bisa
masuk di siang hari dengan ribuan pelanggan yang ingin mendaftar.
Oh ya. Saya sudah
terlanjur bicara sembarang arah. Kembali lagi dengan dirimu, mathemesi. Kedengaran
kamu batuk-batuk. Kurang sehat kah? Ayo, jaga kesehatan. Biar kamu tetap kuat
menjalani hari. Banyaklah istirahat. Jangan keseringan terpaku dengan ponsel
pintar itu. Dia memang pintar, tapi sedikitlah kita mengatur waktu kita agar tak
terus menatap layarnya. Dia pengganggu nomor dua setelah pikiranmu sendiri. Ya,
berkat daya imajinasimu semua akan berubah, bukan?
Mathemesi yang
manis dan mungkin tak terkalahkan oleh manisnya gula lempeng dari Pulau Timor. Maaf,
tadi saya memutuskan teleponmu. Saya tidak enak hati bila engkau menyambungnya
dengan orang yang tidak saya kenal baik dan kalian mulai bicara sehingga
membuat saya harus menguping. Maaf. Saya sudah diingatkan oleh seseorang untuk
tidak turut campur dengan urusan pribadi orang lain. Mungkin terkesan apatis. Tapi
begitulah.
Ada hal paling
penting di kamus hidup saya tentang kepercayaan yang membuat saya jadi terus
berpikir tentang kamu. Kenapa selalu saja jika kamu menelpon untuk mengetahui
sebuah kebenaran selalu dengan rasa kurang yakin. Seandainya kamu tidak
mempercayai saya, buat apa telepon?
Mathemesi dan
mathemesi. Selamat pagi. Ada banyak pengetahuan yang saya dapat darimu. Tidak perlu
dijelaskan di sini. Mohon jangan telepon lagi. Saya tak mau mendengar suaramu
lagi. Bila ingin berkomunikasi. Bisa gunakan fitur media sosial yang ada. Saya siap di situ. Bukan untuk suara.
Salam manis,
Orang Yang Pernah Ingin Memilikimu