Narsis dan Promosi Tempat Wisata
Narsis
sudah menjadi bagian dalam kehidupan dewasa ini. Narsis menjadi salah satu
bagian gaya hidup yang dibanggakan. Narsis ini juga sebenarnya ditunjang oleh
perkembangan teknologi. Berbagai tawaran ponsel pintar dengan berbagai jenis
kamera dan software atau aplikasi pendukung seseorang menjadi lebih dari
sekedar yang dilihat aslinya. Berbagai tawaran kamera depan belakang membuat
sebuah merek dagang sebuah handphone begitu laris.
Kembali
lagi pada narsis tadi. Salah satu kenarsisan tenyata memberikan peluang usaha
bagi mereka yang peka terhadap kebutuhan alay masyarakat. Narsis juga ternyata
telah memberikan dampak positif pada perkembangan pariwisata. Dengan kenarsisan,
seseorang mampu mengubah swafotonya di sebuah tempat baru menjadi tempat yang
begitu digandrungi banyak orang.
Sebenarnya,
hakikat mau pamer seseoranglah penyebabnya. Bermodalkan kamera SLR atau kamera
handphone, seseorang begitu bangga karena telah sampai pada suatu tempat yang
indah. Akibat “mau pamer” dan “tidak mau kalah” itulah, orang mulai bersaing
untuk ke sebuah tempat dan mulailah prosesi swafoto dengan berbagai gaya.
Foto-foto
yang diunggah ke media sosial itulah yang membuat orang lain terpicu dan ingin
ke sana. Di sinilah awal yang baik untuk menjadikan sebuah tempat menjadi
tempat pariwisata. Ini menjadi PR bagi pemerintah yang berkecimpung di dunia
pariwisata atau pun pihak swasta yang mencari nafkah dalam dunia pariwisata. Lihat
saja sebuah tempat di Ende yang begitu digandrungi anak muda.
Adalah
tempat yang dulunya bernama Tengu Manu. Entah kenapa, orang mulai mengenalinya
sekarang dengan nama Bukit Cinta. Pemberian nama bukit cinta itu masih
menyimpan berbagai penafsiran. Apakah di bukit itu banyak menemukan orang yang
sedang “bercinta”? ataukah bukit itu membuat orang jatuh cinta? Mungkin saja di
bukit inilah orang yang dulunya benci menjadi saling mencintai. Atau berbagai
pertanyaan seputar bukit dan cinta lainnya.
Terlepas
dari itu, bukit cinta telah menjadi buah bibir di Ende. Sudah ada lapak-lapak
orang menjual dagangannya, ketika saya melewatinya sebulan yang lalu. Apakah tempat
ini menjadi sebuah destinasi baru pariwisata. Ah, entalah. Biarkan waktu yang
menjawab. Asalkan jangan “bercinta” di situ ya!!