Aksara Lota dan Musik Gambus Ende
Aksara lota Ende |
Sejak kecil saya tidak pernah
mendengar tentang aksara ende atau yang lebih dikenal dengan sebutan aksara
lota. Saya pertama kali mendengarnya, ketika membaca sebuah buku tentang aksara
lota. Disebutkan bahwa aksara lota ini biasa dilantunkan oleh perempuan muslim
pesisir nagekeo. Saya menemukan buku tersebut, kebetulan pada saat itu, saya
juga turut membantu proses percetakan buku yang dilakukan secara proyek
tersebut (kalau tidak salah tahun2009).
Buku tersebut ditulis oleh Ibu
Nai, Dosen bahasa dan sastra indonesia, Universitas Nusa Cendana Kupang. Dari buku
tersebut saya sedikit mengetahui sedikit tentang aksara lota di pesisir Kabupaten
Nagekeo. Mulai dari Nangaroro sampai Maunori. Dituliskan bahwa aksara lota
menggunakan bahasa Ende. Sebagai keturunan asli Ende dan dilahirkan di Ende,
saya sempat kaget bercampur bangga. Kaget karena selama ini saya tidak
mengetahuinya, sekaligus bangga dengan adanya aksara lota tersebut. Ini merupakan
aset budaya yang harus dilestarikan.
Setelahnya, saya mencoba mencari
tahu hanya dengan berselancar di dunia maya. Hal ini saya lakukan karena saya
berada di Kupang dan akses untuk menemui orang yang paham dan tahu tentang ini
kayaknya sulit. Apalagi ketika saya bercerita dengan orang tua, mereka seolah
tidak terlalu berminat. Maka jalan satu-satunya ialah mencari tahunya sendiri.
Ternyata aksara lota merupakan
aksara asli ende. Tulisan ini pun bermula atau diturunkan dari aksara bugis,
makasar yang dibawa oleh pedagang dari kerajaan Gowa sekitar abad ke 16 ke
ende. Di ende, aksara ini pun tersebar di masyarakat pesisir dan berbaur
sehingga banyak sekali dipengaruhi oleh budaya setempat. Aksara lota ini di
tulis dalam daun lontar menggunakan ujung pisau yang tajam. Setelahnya direndam
dalam air perasan kunyit kemudian dijemur, agar nampak tulisannya. (tetapi sekarang mereka menggunakan kertas dan pena). Biasanya aksara
ini dibaca dengan cara woi (Nyanyian
ratapan) yang berisi pesan atau nasihat kepada anak-anak.
Tak hanya aksara lota yang dibawa
saat itu. Juga ada beberapa tradisi yang ikut dibawa dan bisa diterima di
masyarakat pesisir ende. Ada baju bodo
yang sekarang di ende dikenal dengan zambu
ende. Selain itu juga ada alat musik
gambus. Menurut sejarahnya, alat musik itu berasal dari daerah timur tengah,
tetapi semuanya yang berada di Ende dibawa dari Kerajaan Gowa yang merupakan Kerajaan
Islam di Kawasan Timur Nusantara. Sehingga aksara lota dan musik gambus terus
berkembang pada saat itu di lingkungan islam. Inilah satu hal mengapa saya
tidak mengenal aksara lota. Saya tinggal di gunung dan di kampung saya banyak
dipengaruhi oleh portugis, salah satunya ana
deo. sedangkan, aksara lota berkembang di daerah pesisir. Hal lainnya
adalah pada mata pelajaran muatan lokal, tak ada satu pokok bahasan atau pun
hanya sekedar cerita tentang aksara lota. Tetapi untuk musik gambus, saya sudah
mendengarkannya sejak saya kecil. Pemikiran saya waktu itu, musik gambus
identik dengan musik sedih. Sebuah nyanyian yang bisa mengurai air mata.
Sekarang saya menyadari, ternyata
musik gambus dan aksara lota yang berada di ende lebih banyak digunakan untuk
ajakan dan nasihatnya. Terkadang pesannya terlalu menyayat hati. Tapi
begitulah. Hati kita mesti disayat untuk kita tahu bahwa hidup tanpa hati itu
sangat menyakitkan.
Seorang ibu memakai zambu ende sedang membaca
buku tentang aksara lota. sumber: kompas.com
8 comments
Write commentsMANTAAP..BARU TAU AKUNYA, 15-10-2015
ReplyPANGERAN RAJAWAWO INI SIAPA YAH..KAKEKKU GERADUS BANGGO..(GURU BANGGO) DEKAT GEREJA RAJAWAWO..NAMAKU SULAIMAN..ANARAJA
ReplyPANGERAN RAJAWAWO INI SIAPA YAH..KAKEKKU GERADUS BANGGO..(GURU BANGGO) DEKAT GEREJA RAJAWAWO..NAMAKU SULAIMAN..ANARAJA
ReplyMANTAAP..BARU TAU AKUNYA, 15-10-2015
ReplyTerima kasih. Mari kita sama-sama belajar budaya kita. SALAM.
ReplySaya orang Kepi. Sekarang di mana??
ReplyAda yg jual bukunya? Saya mau beli
ReplyAda yg jual bukunya? Saya mau beli
Reply