Pergumulan Maya dan Nyata
Refleksi
pribadi atas perjalanan virtual bersama facebook
gambar Ilustrasi dari: ununin.blogspot.com |
Perkembangan teknologi
semakin tak terbendung. Penemuan baru dan mutakhir terus muncul setiap saat.
Hal ini memaksa setiap orang, termasuk saya turut ambil bagian di dalamnya.
Walau bukan sebagai penemu, tapi paling tidak saya berusaha untuk tahu dan
dapat mengakses sesuatu yang baru itu. Biar dibilang tidak ketinggalan.
Memaknai ini maka, ketika orang ramai-ramai menceritakan tentang facebook suatu
waktu di tempat kuliah, saya pun ikut nimbrung
dan dalam hati saya berusaha agar secepatnya memiliki aku tersebut. Setelahnya
saya membuat akun facebook sendiri dengan modal nekat di warnet.
Tak terasa facebook ini
memberikan saya sebuah keinginan untuk terus bersamanya. Mulai dari menunggu
balasan komentar. Menanti siapa yang akan berkomentar terhadap status baru
sampai pada menunggu pesan ataupun konfirmasi dari orang yang baru saja
ditambahkan sebagai teman. Peristiwa dan pengalaman ini akhirnya membawa saya
pada sebuah cerita yang cukup membuat saya merasa bersalah sekaligus terharu
terhadap seseorang.
Saya akan menceritakan
sedikit pengalaman yang menyadarkan saya untuk berefleksi sekaligus berpikir
agar menuliskannya. Sebut saja nama “sonia tarigan”. Seorang cewek yang mulai
saya kenal di dunia maya. Facebook. Saya sudah lupa, siapa yang menambahkan
teman terlebih dahulu. Yang saya ingat, saya menyapanya terlebih dahulu saat chatting. Ia membalas dan kamipun saling
berinteraksi. Tak terasa karena keakraban di dunia virtual itu, dia mulai
merasa. Padahal saya sendiri belum berpikir sejauh itu. Saya hanya bertanya dan
bertanya sebagai salah satu bentuk hospitalitas saya. Dari perasaannya itu,
pada akhirnya ia jujur terhadap saya. Katanya ia mulai sakit hati karena
beberapa hari bahkan minggu saya tidak pernah membalas pesannya di facebook.
Saya tersentak. Apa saya
telah membuat orang lain sakit hati. Padahal sesungguhnya bukan tidak membalas.
Cuma memang,waktu masih belum berkompromi. Tak ada waktu atau ruang yang tepat
untuk mengunjungi facebook.
Dari
pengalaman ini, saya akhirnya berusaha untuk merenung. Ternyata facebook yang
saya banggakan sebagai tempat berinteraksi sosial ini, berdampak kurang menyenagkan
bagi saya pribadi. Saya cenderung lebih menunjukan sisi humanis saya di
facebook dibandingkan dengan dunia nyata. Saya telah salah berpijak. Seolah badan
dan pikiran berada di dua tempat berbeda. Interaksi dengan sesama saudara di
dunia nyata menjadi berkurang. Saya lebih banyak mengurung diri di kamar. Sambil
mengumpat apabila signal sebuah operator yang saya gunakan di modem lola (loading lambat). Bahkan teman se-kos
pun menganggap saya aneh.
Pelajaran
ini seolah menjadi sebuah tamparan yang cukup keras bagi saya. Bahwa sesungguhnya,
interaksi di dunia nyata lebih bermanfaat. Dunia maya hanyalah sebagai
refreshing apabila kita jenuh menghadapi dunia nyata, bukan jadikan dunia maya
sebagai tempat utama dalam interaksi sosial.