Alfred Hitchcock dan Media Rangsang Untuk Imajinasiku
Setelah kemarin saya sedikit
bercerita tentang Enid Blyton dan dua karyanya. Kali ini saya mencoba mengingat
dan menceritakan kembali tentang pengalaman saya bersama Trio detektif. Sebenarnya
Cuma pengalaman imajiner saja. Ya, kemarin saya begitu suka dengan sosok anne
di lima sekawan. Hal ini membuat Wonga cemburu berat. Ia bahkan bersekongkol
dengan Rendo dan Perempuan Senja untuk mencelakai saya, tapi niat busuk mereka
sudah saya ketahui terlebih dahulu lantaran DM twitter mereka bocor. Makanya saya
harus hati-hati kali ini. Walaupun mereka sudah meminta maaf pada saya.
Kembali ke cerita tentang trio
detektif karya Alfred Hitchcock. Saya sengaja bercerita tentang mereka karena,
ketiga orang tersebut semuanya lelaki. Jadi, pasti wonga tidak mungkin cemburu
buta. Tentang serial trio detektif ini, karena perpustakaan sekolah, maka kami
biasanya saling menunggu. Bila teman telah meminjamnya terpaksa kami mencari
alternatif lain. Meminjam lima sekawan atau sapta siaga. Atau kami meminjam
lagi buku yang trio detektif yang sudah dikembalikan teman. Semacam bertukar,
tapi melalui administrasi perpustakaan sekolah.
Saya memang tidak terlalu akrab
dengan ketiga detektif cilik tersebut, karena saya biasanya membaca sambil
lalu. Tidak terlalu fokus. Apalagi kala itu saya harus membacanya di sela-sela
jam tidur siang atau jam belajar malam. Kalian mungkin bisa membayangkan,
bagaimana tinggal di asrama yang semuanya serba diatur oleh waktu. Kami anak
asrama biasanya seperti pencuri kecil, yang berusaha mengendap untuk membaca di
waktu-waktu yang dilarang. Dan kami punya trik tersendiri untuk itu.
Bila jam tidur siang, kami
sengaja menutupi badan dengan selimut. Padahal di dalamnya sedang kami telusuri
halaman demi halaman buku cerita. Atau ketika jam belajar, kami sengaja
meletakan buku cerita di atas buku pelajaran yang dibuka. Ketika bapa asrama
sedang mengontrol, kami dengan sigapnya membuka halaman buku pelajaran
berikutnya dan otomatis buku cerita akan tertutup buku pelajaran. Kadang tindakan
ini juga diketahui bapa asrama. Kami akan ditegur. Dan yang lebih parah lagi,
kami di panggil ke ruangannya untuk dinasehati.
Dari buku-buku trio detektif Hitchcock, yang membuat saya suka adaalah dia dengan lihainya mampu membuat saya
semakin penasaran. Kadang pelaku kejahatan sebenarnya orang dalam. Musuh dalam
selimut. Dan itu membuat endingnya sulit ditebak. Ada ruang bawah tanah dan
berbagai macam alat yang digunakan untuk keperluan penyelidikan. Ketika membaca
semuanya itu, saya berpikir bahkan berimajinasi untuk bisa menjadi detektif
suatu ketika.
Dengan pengetahuan anak
kecil saya yang minim, saya berpikir mana mungkin detektif ada di indonesia,
itu karena selama itu saya tidak mendengar atau membaca tentang detektif di
indonesia. Maka hasil selanjutnya ialah. Saya mengagumi negeri paman sam. Saya mengidolakan
negara seperti itu dan ingin menjadi warga negara tersebut. Saya merasa kalah
karena lahir dan tinggal di indonesia.
Sekarang saya mulai
berpikir. Indonesia kala itu (mungkin sampai sekarang) belum bisa menghadirkan
ruang atau media rangsang imajinasi anak-anak. Tak ada buku yang membuat oarang
tertarik layaknya lima sekawan, goosebumps, trio detektif dan lain-lain. Bahkan
kita kala itu hanya disuguhi Fredy S, Tara Zagita dan sebagainya yang berbentuk
stensilan. Jadi imajinasi kita hanya sebatas selangkangan.
Sekian dulu cerita
meluap-luap tanpa alur dan fokus saya ini.
Sumber Foto: http://en.wikipedia.org/wiki/Alfred_Hitchcock