ANJING TAK LAGI MENGGONGGONG
Anjing menggonggong kafilah berlalu. Itulah peribahasa yang
sering kita dengar sejak Sekolah Dasar. Berbicara mengenai anjing, kita akan
berhadapan dengan binatang pemakan segala itu. Anjing adalah salah satu hewan
piaraan yang bisa jinak dan bisa juga galak. Ada banyak sekali jenis anjing di
dunia ini, mulai dari yang paling kecil dan imut, bermulut lebar, berbulu banyak sampai dengan yang besar dan sedikit
menakutkan. Tapi, di sini saya tak mau bercerita tentang sejarah atau pun jenis
anjing. Saya hanya berbagi tentang sebuah cara yang telah diwariskan turun
temurun yang berhubungan dengan gonggongan binatang tersebut.
Di tanah kelahiran saya, wilayah Rajawawo, ada banyak sekali
anjing yang dipelihara. Anjing di sini berfungsi sebagai penjaga rumah,
menemani pemilik bepergian ke kebun, menjaga kebun, sebagai teman berburu dan
juga dagingnya untuk beberapa urusan adat. ―Dalam
beberapa ritual adat, darah anjing dipercaya untuk memperkokoh bangunan. Darah
anjing akan dibasahi pada batu pada saat pengerjaan fondasi yang dalam bahasa
ende disebut poto pandere.
Saat saya berumur sekitar lima tahun, saya pernah
digigit anjing beranak milik tetangga saya pada bagian belakang lutut. Ada dua
luka sedikit dalam di sana, masih membekas sampai
sekarang. Sejak saat itu, ketakutan saya pada anjing bermula. Trauma. Padahal
sebelumnya kami yang masih kecil sering mengganggu anjing atau dengan nakalnya
memukul juga melempari anjing dengan batu.
Semalam, saya pulang
sendirian dengan berjalan kaki kembali
dari rumah teman. Saya harus melewati dua kampung, di mana masing-masing
kampung memiliki banyak anjing, maklum di kampung kami, hampir setiap rumah
memiliki dua sampai lima ekor anjing, bahkan ada yang lebih. Di sini dengan
segala rasa takut pada anjing, saya mulai melakukan cara yang diajarkan
teman-teman semasa kecil atau cerita mama saya.
Cara yang diajarkan ini kalau ditinjau lebih jauh, kayaknya
kurang masuk akal. Jika waktu Sekolah Dasar saya pernah membaca di buku Pelajaran
Bahasa Indonesia, cara agar anjing tak menggigit ialah berdiri mematung tanpa
gerakan yang mengundang kelakuan liar anjing. Tapi, teman-teman mengajarkan
saya dengan cara menyembunyikan kedua ibu jari tangan kita. Ibu jari dimasukan
dalam keempat jari lainnya yang dikepal. Cara ini bisa berhasil membuat anjing
tak menggonggong. Anjing menjadi
bisu (zako
ngongo).
Ada cara lain yang diajarkan mama saya. Kedua ketiak kita,
harus dijepit serapat mungkin. Ketika saya bertanya alasannya, mama menjawab
bahwa ini akan menipu indra penciuman anjing. Anjing akan sulit mengendus aroma
tubuh kita, sehingga ia tak bisa menggonggong atau mengejar. Saya juga pernah
mendapat sebuah cara lain yakni jika anjing menggonggong bahkan mengejar hendak
menggigit kita, buang saja air liur di belakang kita. Diyakini anjing tidak
akan bisa melewati batas air liur kita.
Untuk beberapa cara ini, saya sering mempraktikannya ketika
pulang malam melewati tengah kampung. Terkadang cukup berhasil. Tak ada anjing
yang menggonggong atau anjing menggonggong hanya sampai batas air liur tadi.
Bahkan sampai sekarang saya tak pernah lagi digigit anjing. Semoga cara ini
bermanfaat bagi teman-teman. Juga, semoga tulisan ini dibaca oleh kafilah
agar ketika kafilah berlalu tak ada lagi anjing yang menggonggong. Hehehee…